Rabu, 14 Juli 2010

tetes mata steril,

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas ini sampai selesai. Shalawat beserta salam marilah kita ucapkan kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahilliyah ke zaman yang terang benderang dimana ilmu pengetahuan telah banyak ditemukan seperti saat ini..
Kami ucapkan terima kasih atas semua bimbingan dan bantuan dosen pendamping praktikum Teknologi Sediaan Steril selama proses praktikum berlangsung sampai kami menyelesaikan tugas pembuatan laporan, sehingga ilmu yang telah diberikan kepada kami dapat kami aplikasikan dan berguna nantinya. Kami berharap semoga makalah berupa hasil penyusunan laporan pembuatan sediaan steril tentang “Obat Tetes Mata Neomisin Sulfat” ini bisa memberi manfaat dan menambah wawasan kita semua.
Akhir kata kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan khususnya dalam penyampaian materi dan penulisannya.







Jakarta, 10 Juni 2010



Penyusun








DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ................................................................................................... 1
Daftar Isi ................................................................................................... 2

Bab I Pendahuluan
I.1 Latar Belakang ......................................................... 3
I.2 Tujuan Praktikum ......................................................... 3
Bab II Tinjauan Pustaka ......................................................... 4
Bab III Formulasi
III.1 Data Zat Aktif ................................................... 7
III.2 Formula Standar ................................................... 8
III.3 Tak Tersatukan Zat Aktif (OTT) ................................ 9
III.4 Rangkuman hasil praformulasi .................................................. 9
III.5 Alat dan Cara Sterilisasi ………………………………….. 9
Bab IV. Formulasi Obat tetes Mata
IV.1 Formula Akhir ………………………………………………. 10
IV.2 Perhitungan .............................................................................. 10
IV.3 Langkah Pembuatan………………………………………………. 12
IV.4 Evaluasi …………………………………………………… 12
Bab V. Pembahasan.................................................................................................. 14
Bab VI Kesimpulan....................................................................................................16
Daftar Pustaka ................................................................................................... 17
Lampiran

























BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Banyak elektrolit yang dibutuhkan tubuh yang terutama adalah Kalium untuk cairan intrasel dan natrium untuk cairan ekstrasel. Untuk memenuhi kebutuhan akan elektrolit dalam tubuh ini, dibutuhkan suatu sediaan parenteral volume besar yang berisi elektrolit yang dibutuhkan tubuh. Selain untuk memenuhi kebutuhan, sediaan ini juga berguna untuk menjadi larutan pembawa untuk beberapa obat.
Larutan sediaan parenteral volume besar digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang akan atau sudah dioperasi, atau untuk pendeita yang tidak sadar dan tidak dapat menerima cairan, elektrolit, dan nutrisi lewat mulut. Larutan-larutan ini dapat pula diberikan pada penderita yang mengalami kehilangan banyak cairan dan elektrolit yang berat, seperti pada penyakit demam dengue.
Maka sangat penting bagi kita sebagai seorang farmasis untuk bisa dan mampu memformulasi suatu sediaan obat tetes mata yang harus dibuat steril dan bebas pirogen.

1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan yang hendak kami capai dalam praktikum ini adalah untuk :
1. Memperoleh gambaran mengenai praformulasi sediaan tetes mata (injeksi volume kecil) yang dibuat.
2. Mengetahui mengenai pengertian, pembagian, cara pembuatan, perhitungan dosis, sterilisasi dan penyerahan sediaan obat tetes mata.
3. Agar dapat menyalurkan ilmu yang sudah didapat selama perkuliahan dalam bentuk pengamatan dan penyusunan makalah berdasarkan dasar-dasar teori dalam mata kuliah teknologi sediaan steril.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I.1 Pengertian Larutan Obat Mata (Opthalmicae Praeparationes)
Obat tetes mata tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, yaitu salep, larutan, suspensi, dan strip. Beberapa diantaranya memerlukan perhatian khusus.
Menurut FI IV halaman 12, Larutan. Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. Pembuatan larutan obat mata membutuhkan oerhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet (dan jika perlu pemilihan pengawet) sterilisasi dan kemasan yang tepat. Perhatian yang sama juga dilakukan untuk sediaan hidung dan telinga.
Menurut FI III halaman 10, Tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi yang digunaka dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dari bola mata. DOM Martin : 880Tetes mata adalah seringkali dimasukkan ke dalam mata yang terluka atau kecelakaan atau pembedahan dan mereka kemudian secara potensial lebih berbahaya daripada injeksi intavena.
Menurut Scoville’s halaman 221, Larutan mata merupakan cairan steril atau larutan berminyak dari alkaloid garam-garam alkaloid, antibotik atau bahan-bahan lain yang ditujukan untuk dimasukkan ke dalam mata. Ketika cairan, larutan harus isotonik, larutan mata digunakan untuk antibakterial, anstetik, midriatikum, miotik atau maksud diagnosa. Larutan ini disebut juga tetes mata dan collyria (singular collyrium).


I.2 Nilai isotonisitas. Cairan mata isotonik dengan darah dan mempunyai nilai isotonisitas sesuai dengan larutan Natrium Klorida P 0.9%. Secara ideal larutan obat mata harus mempunyai nilai isotonis tersebut, tetapi mata tahan terhadap nilai isotonis rendah yang setara dengan larutan NaCl P 2.0 % tanpa gangguan nyata.
Beberapa larutan obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap dan menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilkan efek obat yang cepat dan efektif. Apabila larutan obat seperti ini digunakan dalam jumlah kecil, pengenceran dengan air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat hipertonisitas hanya sementara. Tetapi penyesuaian isotonisitas oleh pengenceran dengan air mata tidak berarti, jika digunakan larutan hipertonik dalam jumlah besar sebagai koliria untuk membasahi mata. Jadi yang penting adalah larutan obat mata untuk keperluan ini harus mendekati isotonik.

I.3 Pendaparan. Banyak obat, khususnya garam alkaloid, paling efektif pada pH optimal bagi pembentukan basa bebas tidak berdisosiasi. Tetapi pada pH ini obat mungkin menjadi tidak stabil, sehingga pH harus diatur dan dipertahankan dengan penambahan dapar.
Salah satu maksud pendaparan larutan obat mata adalah untuk mencegah kenaikan pH yang disebabkan pelepasan lambat ion hidroksil dari wadah kaca. Kenaikan pH dapat mengganggu kelarutan dan stabilitas obat. Penambahan dapar dalam pembuatan obat mata harus didasarkan pada beberapa pertimbangan tertentu. Air mata normal memiliki Ph lebih kurang 7.4 dan mempunyai kapasitas dapar tertentu. Penggunaan obat mata akan merangsang pengeluaran air mata dan penetralan cepat setiap kelebihan ion hidrogen atau ion hidroksil dalam kapasitas pendaparan air mata. Berbagai obat mata seperti garam alkaloid bersifat asam lemah dan hanya mempunyai kapasitas dapar yang lemah. Jika hanya satu atau dua tetes larutan yang mengandung obat tersebut diteteskan pada mata, pendaparan oleh air mata biasanya cukup untuk menaikkan Ph sehingga tidak terlalu merangsang mata. Dalam beberapa hal, Ph dapat berkisar antara 3.5 dan 8.5. Beberapa obat, seperti Pilokarpin HCl dan Epinefrin Bitartrat, lebih asam sehingga melebihi kapasitas dapar air mata. Secara ideal larutan obat mata mempunyai Ph dan isotonisitas yang sama dengan air mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada Ph 7.4 banyak obat yang tidak cukup larut dalam air. Sebagian besar garam alkaloid bebas pada ph ini. Selain itu banyak obat yang tidak stabil secara kimia pada ph mendekati 7.4. Ketidakstabilan ini lebih nyata pada suhu tinggi yang digunakan pada sterilisasi dengan pemanasan. Oleh karena itu sistem dapar harus dipilih sedekat mungkin dengan pH fisiologis yaitu 7.4 dan tidak menyebabkan pengendapan obat atau mempercepat kerusakan obat.

1.4 Bahan Pengawet. Larutan obat mata dapat dikemas dalam wadah takaran ganda bila digunakan secara perorangan pada pasien dan bila tidak terdapat kerusakan pada permukaan mata. Wadah larutan obat mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian pertama. Larutan harus mengandung zat atau campuran zat sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan bakteri yang mungkin masuk pada waktu wadah dibuka saat penggunaan. Sedangkan untuk penggunaan pada pembedahan, disamping steril, larutan obat mata tidak boleh mengandung bahan antibakteri karena dapat menimbulkan iritasi pada jaringan mata.

I.5 Syarat-syarat Tetes Mata
Menurut Scoville’s : 211, Faktor-faktor dibawah ini sangat penting dalam sediaan larutan mata :
1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan;
2. Sterilitas akhir dari collyrium dan kehadiran bahan antimikroba yang efektif untuk menghambat pertumbuhan dari banyak mikroorganisme selama penggunaan dari sediaan;
3. Isotonisitas dari larutan;
4. pH yang pantas dalam pembawa untuk menghasilkan stabilitas yang optimum
Menurut DOP Cooper :
Tetes mata adalah larutan berair atau larutan berminyak yang idealnya harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Ia seharusnya steril ketika dihasilkan
2. Ia seharusnya bebas dari partikel-partikel asing
3. Ia seharusnya bebas dari efek mengiritasi
4. Ia seharusnya mengandung pengawet yang cocok untuk mencegah pertumbuhan dari mikroorganisme yang dapat berbahaya yang dihasilkan selama penggunaan.
5. Jika dimungkinkan larutan berair seharusnya isotonis dengan sekresi lakrimal konsentrasi ion hidrogen sebaliknya cocok untuk obat khusus, dan idelanya tidak terlalu jauh dari netral
6. Ia seharusnya stabil secara kimia
Scoville’s : 247
Menurut Scoville’s : 247, syarat sediaan larutan mata yang harus dikerjakan seorang farmasis, yaitu :
1. Steril
2. Dalam pembawa yang mengadung bahan-bahan germisidal untuk meningkatkan sterilitas;
3. Bebas dari partikel yang tersuspensi;
4. Bahan-bahan yang akurat;
5. Isotonik atau sangat mendekati isotonic;
6. Dibuffer sebagaimana mestinya;
7. Dimasukkan dalam wadah yang steril;
8. Dimasukkan dalam wadah yang kecil dan praktis
Prescription : 181
Secara umum disetujui sediaan mata harus steril, menggunakan pengawet, harus memiliki tekanan osmotik yang sama dengan cairan lakrimal normal.
DOM Martin : 880
Faktor yang paling penting dipertimbangkan ketika menyiapkan larutan mata adalah tonisitas, pH, stabilitas, viskositas, seleksi pengawet dan sterilisasi. Sayang sekali, yang paling penting dari itu dalah sterilitas yang telah menerima sifat atau perhatian dan farmasis dan ahli mata.
Ini diinginkan bahwa larutan mata stabil, isotonis, dan sifat pH, dan tidak ada pernah telah kehilangan mata karena larutan sebagian terurai atau mengiritasi. Penggunaan larutan tidak steril ke dalam mata yang terluka, di lain hal sering menyebabkan kecelakaan.
Parrot : 29
Obat yang dimasukkan ke dalam mata harus diformulasi dan disiapkan dengan pertimbangan yang diberikan terhadap tonisitas, pH, stabilitas, viskositas dan sterilisasi. Sterilisasi diinginkan karena kornea dan jaringan bening ruang anterior adalah media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme dan masuknya cairan mata yang terkontaminasi dalam mata yang trauma oleh kecelakaan atau pembedahan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.
DOM King : 145
Mata manusia adalah organ yang paling sensitif. Maka bereaksi dengan cepat. Sampai mendekati perubahan apapun dalam lingkungannya. Untuk alasan ini larutan yang digunakan pada mata sebaik suspensi dan salep harus dibuat dengan perhatian yang sangat teliti.
I.6 Syarat-syarat harus dipertimbangkan dalam perbuatan dan kontrol terhadap produk optalmik untuk :
1. Sterilitas Pengawet
2. Kejernihan Bahan aktif
3. Buffer Viskositas
4. pH Stabilitas
5. Isotonisitas

I.7 Keuntungan Tetes Mata
Secara umum larutan berair lebih stabil daripada salep, meskipun salep dengan obat yang larut dalam lemak diabsorpsi lebih baik dari larutan/salep yantg obat-obatnya larut dalam air (AMA Drugs : 1624).
I.8 Kerugian Tetes Mata
Kerugian yang prinsipil dari larutan mata adalah waktu kontak yang relatif singkat antara obat dan permukaan yang terabsorsi (RPS 18 th : 1585 ).
Bioavailabilitas obat mata diakui buruk jika larutannya digunakan secara topical untuk kebanyakan obat kurang dari 1-3% dari dosis yang dimasukkan melewati kornea. Sampai ke ruang anterior. Sejak boavailabilitas obat sangat lambat, pasien mematuhi aturan dan teknik pemakaian yang tepat (DOM King : 142 ).
I.9 Penggunaan Tetes Mata
(RPS 18 th : 1584)
1. Cuci tangan
2. Dengan satu tangan, tarik perlahan-lahan kelopak mata bagian bawah
3. Jika penetesnya terpisah, tekan bola karetnya sekali ketika penetes dimasukkan ke dalam botol untuk membawa larutan ke dalam penetes
4. Tempatkan penetes di atas mata, teteskan obat ke dalam kelopak mata bagian bawah sambil melihat ke atas jangan menyentuhkan penetes pada mata atau jari.
5. Lepaskan kelopak mata, coba untuk menjaga mata tetap terbuka dan jangan berkedip paling kurang 30 detik
6. Jika penetesnya terpisah, tempatkan kembali pada botol dan tutup rapat

II. 1 Karakteristik Sediaan Mata
(RPS 18th : 1589)
1. Kejernihan
Larutan mata adalah dengan definisi bebas adari partikel asing dan jernih secara normal diperoleh dengan filtrasi, pentingnya peralatan filtrasi dan tercuci baik sehingga bahan-bahan partikulat tidak dikontribusikan untuk larutan dengan desain peralatan untuk menghilangkannya. pengerjaan penampilan dalam lingkungan bersih.
Penggunaan Laminar Air Flow dan harus tidak tertumpahkan akan memberikan kebersamaan untuk penyiapan larutan jernih bebas partikel asing. Dalam beberapa permasalahan, kejernihan dan streilitas dilakukan dalam langkah filtrasi yang sama. Ini penting untuk menyadari bahwa larutan jernih sama fungsinya untuk pembersihan wadah dan tutup. keduanya, wadah dan tutup harus bersih, steril dan tidak tertumpahkan. Wadah dan tutup tidak membawa partikel dalam larutan selama kontak lama sepanjang penyimpanan. Normalnya dilakukan test sterilitas.
2. Stabilitas
Stabilitas obat dalam larutan, seperti produk tergantung pada sifat kimia bahan obat, pH produk, metode penyimpanan (khususnya penggunaan suhu), zat tambahan larutan dan tipe pengemasan.
3. Tonisitas
Tonisitas berarti tekanan osmotik yang diberikan oleh garam-garam dalam larutan berair, larutan mata adalah isotonik dengan larutan lain ketika magnefudosifat koligatif larutan adalah sama. larutan mata dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama dengan 0,9% laritan Na Cl.
Sebenarnya mata lebih toleran terhadap variasi tonisitas daripada suatu waktu yang diusulkan. Maka biasanya dapat mentoleransi larutan sama untuk range 0,5%-1,8% NaCl. Memberikan pilihan, isotonisitas selalu dikehendaki dan khususnya penting dalam larutan intraokuler. Namun demikian, ini tidak dibutuhkan ketika total stabilitas produk dipertimbangkan.
4. Viskositas
USP mengizinkan penggunaan bahan pengkhelat viskositas untuk memperpanjang lama kontak dalam mata dan untuk absorpsi obat dan aktivitasnya. Bahan-bahan seperti metilselulosa, polivinil alkohol dan hidroksi metil selulosa ditambahkan secara berkala untuk meningkatkan viskositas.
Para peneliti telah mempelajari efek peningkatan viskositas dalam waktu kontak dalam mata. umumnya viskositas meningkat 25-50 cps range yang signifikan meningkat lama kontak dalam mata.
5. Additives/Tambahan
Penggunaan bahan tambahan dalam larutan mata diperbolehkan, namun demikian pemilihan dalam jumlah tertentu. Antioksidan, khususnya Natrium Bisulfat atau metabisulfat, digunakan dengan konsentrasi sampai 0,3%, khususnya dalam larutan yang mengandung garam epinefrin. Antioksidan lain seperti asam askorbat atau asetilsistein juga digunakan. Antioksidan berefek sebagai penstabil untuk meminimalkan oksidasi epinefrin.
II. 2 Mengapa Tetes Mata Harus Steril
Sterilisasi merupakan sesuatu yang penting. larutan mata yang dibuat dapat membawa banyak organisme, yang paling berbahaya adalah Pseudomonas aeruginosa. infeksi mata dari organisme ini yang dapat menyebabkan kebutaan. Ini khususnya berbahaya untuk penggunaan produk nonsteril di dalam mata ketika kornea dibuka. bahan-bahan partikulat dapat mengiritasi mata, ketidaknyamanan pada pasien dan metode ini tersedia untuk pengeluarannya (SDF : 357-358).
Jika suatu batasan pertimbangan dan mekanisme pertahanan mata, bahwa sediaan mata harus steril. air mata, kecuali darah, tidak mengandung antibodi atau mekanisme untuk memproduksinya. Oleh karena itu, mekanisme pertahanan utama melawan infeksi mata secara sederhana aksi pertahanan oleh air mata, dan sebuah enzim ditemukan dalam air mata (lizozim) dimana mempunyai kemampuan untuk menghidrolisa polisakarida dari beberapa organisme ini. Organisme ini tidak dipengaruhi oleh lizozim. satu yang paling mungkin yang menyebabkan kerusakan mata adalah Pseudomonas aeruginosa (Bacillus pyocyneas). Prescription : 181.
II. 3 Mengapa Tetes Mata Harus Isotonis
Isotonisitas dalam larutan mata. Ketika sekresi lakrimal sekarang dipertimbangkan untuk mempunyai tekanan osmotik yang sama sebagai cairan darah, dan kemudian menjadi isotonis dengan 0,9% larutan natrium klorida, perhitungan untuk penyiapan larutan mata isotonis telah disederhanakan. Farmasis selanjutnya selalu menuntut, sebagai bagian dari praktek profesionalnya, untuk menyiapkan larutan mata yang isotonis (Scoville’s : 234).
II. 4 pH Cairan Mata
Ada persetujuan umum tentang konsentrasi ion hidrogen dari cairan lakrimal adalah mendekati netral. Namun demikian, variasi nilai telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Kemudian Hasford dan Hicks, Buchr dan Baeschlin, Feldman, Dekking, Byleveld, van Grosz dan Hild dan Goyan dilaporkan telah menemukan pH cairan mata berhubungan dengan darah. Yang lain telah mendapatkan nilai yang berbeda: Gyorffy dari 6,3-8,4, Lipschultz 8,0, Oguchi dan Nakasima dari 8,4-8,6. federsen-Bjergaard menemukan pH cairan lakrimal dari sepuluh orang normal dan menemukan nilai 8,2. Dia membuat ketentuan dengan cara kolorimetri dan elektrometri, dan ditemukan hasil yang sama pada kedua metode. Hind dan Goyan dalam pekerjaan terakhir, menemukan pH air mata adalah 7,4. Berdasarkan hal itu, pH cairan lakrimal sekurang-kurangnya 7,4 dan mungkin lebih alkali. (Scoville’s : 224).
II . 5 pH Sediaan Mata
Larutan lakrimal normalnya pH 7,4 dengan rentang 5,2-8,3. Ini masih bisa ditoleransi oleh larutan mata dengan range pH ini, disebabkan oleh (1) volume kecil larutan, (2) buffer cairan mata, dan (3) peningkatan produksi air mata. (Parrot : 223).
II . 6 Pewadahan
Wadah untuk larutan mata. Larutan mata sebaiknya digunakan dalam unit kecil, tidak pernah lebih besar dari 15 ml dan lebih disukai yang lebih kecil. Botol 7,5 ml adalah ukuran yang menyenangkan untuk penggunaan larutan mata. Penggunaan wadah kecil memperpendek waktu pengobatan akan dijaga oleh pasien dan meminimalkan jumlah pemaparan kontaminasi. Botol plastik untuk larutan mata juga dapat digunakan. Meskipun beberapa botol plastik untuk larutan mata telah dimunculkan dalam pasaran, mereka masih melengkapi dan yang terbaik adalah untuk menulis secara langsung produksi untuk menghasilkan informasi teknik dalam perkembangan terakhir.
II. 7 Komposisi Tetes Mata
Selain bahan obat, tetes mata dapat mengandung sejumlah bahan tambahan untuk mempertahankan potensi dan mencegah peruraian. Bahan tambahan itu meliputi :
1. Pengawet
Sebagaimana yang telah dikatakan, ada bahan untuk mencegah perkembangan mikroorganisme yang mungkin terdapat selama penggunaan tetes mata. Larutan untuk tetes mata khusus, yang paling banyak tetes mata dan yang lain menggunakan fenil merkuri nitrat, fenil etil alcohol dan benzalkonium klorida.
Isotonisitas dengan Sekresi Lakrimal
NaCl normalnya digunakan untuk mencapai tekanan osmotik yang sesui dengan larutan tetes mata.


2. Oksidasi Obat
Banyak obat mata dengan segera dioksidasi dan biasanya dalam beberapa kasus termasuk bahan pereduksi. Natrium metasulfit dalam konsentrasi 0,1% umumnya digunakan untuk tujuan ini.
3. Konsentrasi Ion Hidrogen
Butuh untuk kestabilan konsentrasi ion hidrogen, dan beberapa buffer telah digambarkan. Sodium sitrat digunakan dalam tetes mata fenilefrin.
4. Bahan Pengkhelat
Ketika ion-ion dan logam berat dapat menyebabkan peruraian obat dalam larutan digunakan bahan pengkhelat yang mengikat ion dalam kompleks organik, akan memberikan perlindungan. Na2EDTA, satu yang paling dikenal sebagai pengkhelat.
5. Viskositas
Untuk menyiapkan larutan kental dengan memberi aksi yang lama pada larutan mata dengan tetap kontak lebih lama pada permukaan mata, bahan pengental dapat digunakan, metilselulosa 1% telah digunakan untuk tujuan ini.



















BAB III
PRAFORMULASI
III.1. Data Zat Aktif:
a. Zat Aktif : Neomisin Sulfat
Sinonim : Neomicyni sulfas
BM : 614.6
Rumus molekul: C23H46N6O13.H2SO4

1. Pemerian : Serbuk putih agak kuning / padatan kering mirip es; Tidak berbau / praktis tak berbau; Higroskopis; Larutan memutar bidang polarisasi ke kanan.
2. Kelarutan : - Mudah larut dalam air (1:1) - sangat sukar larut dalam etanol
- Tidak larut dalam aseton, kloroform dan eter.
3. pH : 10% larutan dalam air mempunyai pH 5 -7,5
4. Stabilitas:
- Neomisin merupakan kationik dan menjadi bentonit jika berikatan; bisa memecah emulsi jika dengan adanya Na lauril sulfa dan mengendap dengan adanya gom. (Martindale:1188).
Disebutkan pula: Loss of activity: Neomycin was very much less activity against Staphylococcus aureus in presence of magnesium trisilicate, acasia, tragacant, Na alginat, pectin, bentonite, caolineand much less active with calamine, silica, metilcellulose, CMC, mize starch, gelatin and polisorbat 80. The antimicrobial activity of Neomycin was reduced in the presence of Vit. B complex & Vit. C
- Neomisin peka terhadap oksidasi udara. Setelah penyimpanan selama 24 bulan tidak terjadi kehilangan potensi (masih 99% dari potensi asli). Serbuk neomisin sulfat stabil selama tidak kurang dari3 tahun pada suhu 20°C. Neomisin sulfat dapat juga dipanaskan pada suhu 110°C selama 10 jam (yakni selama sterilisasi kering), tanpa kehilangan potensinya, meskipun terjadi perubahan warna. Neomisin cukup stabil pada kisaran pH 2,0 sampai 9,0. Menunjukkan aktivitas optimumnya pada kira-kira pH 7,0. (Stabilitas kimiawi sediaan farmasi, Connors hal 525-532)

5.Incompatible:
Tidak bercampur dengan substansi anionik dalam larutan, bisa menimbulkan endapan, juga pada krim yang mengandung Na lauril sulfat.
Tidak bercampur dengan garam cephalotin dan garam novobiocin (Martindale;1188).

6. Farmakologi:
Aktifitasnya adalah bakterisid dengan menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom didalam sel. Secara topikal digunakan unuk konjungtivitis dan otitis media
Penggunaan sebagai antibiotik pada infeksi mata biasanya 0,35 % dan 0,5 %.
7.Dosis : 0.35-0.5 % untuk mata


b. Zat aktif : Benzalkonium klorida
Sinonim : Benzalkonii Chloridum
BM : -
1. Pemerian : gel kental atau potongan seperti gelatin, putih atau putih kekuningan. Biasanya berbau aromatik lemah. Larutan dalam air berasa pahit, jika dikocok sangat berbusa dan biasanya sedikit alkali.
2. pH : -
3. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air dan etanol, bentuk anhidrat mudah larut dalam benzena dan agak sukar larut dalam eter.
4.Dosis : 0.01-0.1 %

c. Zat aktif : Na metabisulfit
Sinonim : Dinatrium pirosulfit
BM : 190,10
Rumus kimia : Na2S2O5
1. Pemerian : hablur putih atau serbuk hablur putih kekuningan, berbau belerang dioksida.
2. Kemurnian : natrium metabisulfit mengandung sejumlah Na2S2O5, setara dengan tidak kurang dari 65 % dan tidak lebih dari 67.4 % SO2.
3. Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam gliserin; sukar larut dalam etanol.
4. Wadah : dalam wadah terisi penuh, tertutup rapat dan hindarkan dari panas yang berlebihan.

d.Zat aktif : Dapar Fosfat pH 7


e.Zat aktif : Natrium Klorida
Sinonim : natrii chloridum
BM : 58.44
1. Pemerian : hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih; rasa asin.
2. pH : -
3. Kelarutan : mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol.
4. Wadah : dalam wadah tertutup baik
5. Penandaan : cantumkan pada etiket, jika dimaksudkan untuk penggunaan hemodialisa.

III.2. Formula Standar : tidak ditemukan

III.3. Tak Tersatukan Zat Aktif
Na laurel sulfat, subtansi anionik, garam cepalotin, dan garam novobiosin.

III.4. Usul Penyempurnaan Sediaan
Api yang digunakan harus bebas CO2

III.5. Alat dan Cara Sterilisasinya
NAMA ALAT STERILISASI SUHU (0 C) WAKTU (Menit)
Sendok porselen Oven 170 30
Spatel Logam Oven 170 30
Pinset Logam Oven 170 30
Batang pengaduk Oven 170 30
Erlenmeyer Oven 170 30
Cawan Penguap Oven 170 30
Kaca Arloji Oven 170 30
Gelas Ukur Autoklaf 115 – 116 30
Jarum suntik Autoklaf 30
Zalfkaart Autoklaf 30
Beacker glass Oven 170 30
Corong Oven 30
Wadah Oven







RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN PRAFORMULASI

No Diinginkan Pemecahan Rekomendasi Pemilihan Alasan
1 Dibuat sediaan tetes mata steril Membuat sediaan yang cocok untuk stabilitas zat aktif • Sedian steril Volume Kecil
• Sedian steril Volume Besar

Sedian steril Volume kecil
Karena kapasitas mata untuk menahan atau menyimpan cairan dan salep terbatas, pada umumnya obat mata diberikan dalam volume yang kecil
2 Rute pemberian untuk tetes mata steril

Sediaan harus digunakan dengan rute pemberian yang sesuai Rute pemberian yang benar
Im
Iv
Guttae Guttae Karena pada umumnya, pemberian obat tetes mata steril langsung diteteskan di balik kelopak mata.

3 Sediaan dibuat obat tetes mata steril Dapat tercampur dengan konsentrasi dalam tubuh Dibuat sediaan yang bersifat
 Isotonis
 Hipotonis
 Hipertonis Isotonis Syarat sediaan tetes mata steril harus berupa sediaan yang isotonis

4 Sediaan tidak boleh terbentuk kompleks logam Ditambahkan zat pengkhelat - dinatrium edetat Dinatrium edetat Dipilih agar tidak terbentuk kompleks dengan logam wadah
5 Sediaan harus memiliki stabilitas yang terjaga selama penggunaan dan agar tidak ada kemungkinan teroksidasi saat di sterilisasi Ditambahkan antioksidan BHT
BHA
Sodium bisulfit Sodium bisulfit Merupakan antioksidan yang cocok untuk garamycin
6 Sediaan diharapkan memiliki kekentalan agar memiliki kontak yang lama dengan mata Ditambahkan pengental PVP
Na CMC PVP Merupakan pengental yang cocok
7 Sediaan diharapakan memiliki rentang pH yang stabil yaitu 7 Ditambahkan dapar Na2HPO4 dihidrat KH2PO4 anhidrat Na2HPO4 dihidrat dan KH2PO4 anhidrat Merupakan dapar yang sesuai
8 Zat/sediaan dikhawatirkan terkontaminasi oleh adanya mikroba Sediaan tetes mata steril yang stabil secara biologi. Di beri zat pengawet :
 Fenilmerkuri nitrat.0,002%
 Benzalkonimu klorida 0,01%
 Chlorhexidine acetat 0,01%  Benzalkonimu klorida 0,01%
Merupakan pengawet yang biasa digunakan untuk pembuatan tetes mata steril dengan bahan aktif garamycin.

9. Zat/sediaan dikhawatirkan terkontaminasi oleh adanya mikroorganisme Sediaan steril terhindar dari mikroorganisme Dilakukan proses sterilisasi
• sterilisasi aseptis
• sterilisasi akhi Sterilisasi akhir Karena pada umumnya pembuatan tetes mata steril didasarkan pada kondisi kerja aseptik
10 Penandaan berdasarkan golongan obat bermacam-macam
Penandaan golongan yang sesuai sebagai petunjuk penggunaan konsumen
=Obat keras

=Obat bebas terbatas

=Obat bebas

Obat keras
Karena penggunaan sediaan injeksi harus dengan resep dokter dan perlu dilakukan oleh tenaga ahli medis



















BAB IV
FORMULASI

IV.1. Formula Akhir
R/ Neomisin sulfat 0,35 %
Benzalkonium klorida 0.01 %
Na metabisulfit 0,01 %
Dapar fosfat pH 7 qs
API ad 10 ml
NaCl ad isotonis

A. Perhitungan
 Volume sedían yang dibuat:
Volume yang dibuat = 10 ml dalam vial
Kelebihan volume = 0,5 ml u/ cairan encer
V = n.c + 6
V = 1 x 10,5 + 6
V = 16,5 ml ≈ 25 ml

 Tonisitas:
E (neomisin sulfat) = 0,14; ∆ Tf 1 % = 0.06 0
E (Benzalkonium Klorida) = 0.16; ∆ Tf 1 % = 0.09 0
E (Na Metabisulfit) = 0.67; ∆ Tf 1 % = 0.38 0

 Cara penurunan titik didih
No. Bahan ∆ Tf 1 % % pemakaian Total (∆ Tf 1 % x % pemakaian)
1. Neomisin sulfat 0.06 0 0.35 % 0.021
2. Benzalkonium klorida 0.09 0 0.01 % 0.0009
3. Na metabisulfit 0.38 0 0.01 % 0.0001
Total : 0.022 g
% isotonis = 0.52-0.022 = 0.86 g NaCl
0.576 (Tf NaCl)
 Perhitungan Dapar Fosfat pH 7
Dapar
Kapasitas dapar = β = 0,01%
H2PO4- sebagai asam (KH2PO4 anhidrat)
HPO42- sebagai garam (Na2HPO4 dihidrat)
pKa Na2HPO4 = 7,21
pH = 7
Jawab:
pKa = - log Ka
7,21 = - log Ka
Ka = 10-7,21
= 6,2 × 10-8

pH = - log [H+]
7 = - log [H+]
[H+] = 10-7


Pers.1
pH = pKa + log [G]
[A]
7 = 7,21 + log [G]
[A]
log [G] = - 0,21
[A]
[G] = 10-0,21
[A]
[G] = 0,62
[A]
[G] = 0,62 [A]

Pers.2
β = 2,3 C × Ka × [H+]
(Ka + [H+])2
0,01 = 2,3 C × 6,2 × 10-8 × 10-7
[(6,2 × 10-8) + 10-7]2
C = 0,018 M

Pers.3
C = [A] + [G]
0,018 = [A] + (0,62 [A])
0,018 = 1,62 [A]
[A] = 0,01 M

Maka,
[G] = 0,62 [A]
= 0,62 × 0,01 M
[G] = 0,0062 M

Pers.4
Berat asam = ...?
Berat garam = ...?
BM Na2HPO4 dihidrat (garam) = 159,94
BM KH2PO4 anhidrat (asam) = 136,09
Asam
M = massa × 1000
BM V(ml)
0,01 = massa × 1000
136,09 10 ml
Massa asam = 0,0136 gram
% massa asam (dalam 10 ml) = 0,136%

Garam
M = massa × 1000
BM V(ml)

0,0062 = massa × 1000
159,94 10 ml
Massa garam = 0,0099 gram
% massa garam (dalam 10 ml) = 0,099 %








 Penimbangan bahan :
Neomisin sulfat = 0.35 % x 25 ml = 0.0875 g
Na Metabisulfit = 0.01 % x 25 ml = 0.0025 g
Benzalkonium klorida = 0.01 % x 25 ml = 0.0025 g
Na2HPO4 anhidrat = 0,099 % × 25 ml = 0,2475 g
KH2PO4 dihidrat = 0,136 % × 25 ml = 0,034 g
NaCl = 0,0754 % × 25 ml = 0.1885 g

B. Cara Pembuatan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Mensterilisasi wadah
3. Ditimbang zat aktif dan zat tambahan, dimasukkan kedalam gelas piala. (kaca arloji dibilas 2 kali dengan API bebas CO2 secukupnya)
4. Dituangkan API bebas CO2 secukupnya ad larut
5. Dituangkan API bebas CO2 secukupnya untuk membasahi kertas saring lipat yang akan digunakan.
6. Larutan zat dituangkan ke dalam gelas ukur, catat volume larutan. Adkan dengan air bilasan sampai tepat 3/5 bagiannya.
7. Dipindahkan corong ke erlenmayer lain yang bersih dan kering
8. Disaring larutan dalam gelas ukur melalui corong ke dalam erlenmayer yang telah disiapkan
9. Sisa 2/5 bagiannya digunakan untuk membilas gelas piala, ditampung dalam gelas ukur kemudian disaring ke dalam erlenmayer yang berisi filtrate
10. Ditambahkan API ad ml
11. Isikan larutan ke dalam wadah dengan menggunakan spuit.
12. Tutup wadah dengan api.
13. Ampul yang sudah ditutup di sterilkan di dalam autoklaf pada suhu 115oC – 1160C selama kurang lebih 30 menit.






IV.4. Evaluasi
Evaluasi yang seharusnya dilakukan pada larutan obat tetes mata adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi fisika: pH, volume sediaan dalam wadah, bahan partikulat, uji kebocoran, uji kejernihan dan warna.
2. Evaluasi kimia: penetapan kadar, identifikasi
3. Evaluasi biologis: Uji sterilitas, uji pirogen, uji endotoksin bakteri.
4. Pengemasan dan penyimpanan
5. Penandaan
Karena keterbatasan waktu dan alat evaluasi yang dilakukan hanya evaluasi fisika masing-masing evaluasinya didapatkan:
1. pH larutan, larutan obat tetes mata yang dibuat mempunyai pH 7 syarat sediaan tetes mata adalah antara rentang pH 5-7,5.
2. Bahan partikulat, dalam larutan tidak ada bahan partikulat.
3. Uji kejernihan, larutan yang dihasilkan tetap jernih dalam penyimpanan
4. Warna larutan bening, tidak terjadi perubahan warna larutan dalam penyimpanan.



























BAB VII
EVALUASI SEDIAAN

Sesaat setelah dibuat :
1. Organoleptis :
- Bentuk : larutan
- Warna : bening, jernih
2. pH : 7
3. Homogenitas : homogen

Setelah di simpan selama 2 minggu :
2. Organoleptis :
- Bentuk : larutan
- Warna : bening, jernih
2. pH : 6 - 7
3. Homogenitas : homogen
4. Wadah masih dalam keadaan tertutup rapat dan tidak terjadi kebocoran wadah.















BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum steril kali ini dibuat sediaan obat tetes mata dengan bahan aktif neomisin sulfat. Digunakan bentuk garam dari neomisin ini, agar dapat mudah larut dalam pembawa air. Obat tetes mata sebaiknya dalam bentuk larutan agar dapat dengan mudah berpenetrasi dan bercampur dengan cairan lakrimal mata. Neomisin sulfat sendiri bersifat bakterisid dengan menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom dalam sel. Secara topikal digunakan untuk konjungtivitis dan otitis media. Penggunaan sebagai antibiotik pada infeksi mata biasanya 0.35 % - 0.5 %.
Pada formulasi digunakan beberapa bahan tambahan selain pelarut API. Bahan-bahan tersebut adalah Benzalkonium klorida, sodium bisulfit, Dinatrium fosfat, Kalium difosfat, dan NaCl. Karena komponen terbesar dari sediaan adalah air dan obat tetes mata dibuat dalam volume yang agak banyak yaitu 10 ml sehingga pemakaiannya berulang-ulang, maka pengawet sangat diperlukan. Benzalkonium adalah pengawet yang paling umum digunakan untuk sediaan obat mata karena aman, stabilitas pada rentang yang luas dan keefektifannya sebagai anti mikroba.
Selain itu, ditambahkan pula sodium bisulfit untuk mencegah oksidasi pada saat sterilisasi dengan menggunakan autoklaft. Sodium bisulfit bekerja efektif pada rentang pH yang diinginkan dalam sediaan ini yatu 6 - 7. Untuk mempertahankan pH sediaan, digunakan kombinasi antara Dinatrium fosfat, Kalium difosfat. Cairan mata memiliki rentang pH yang luas, namun untuk lebih baik lagi apabila sediaan memiliki pH netral. Bahan aktifpun tetap stabil pada pH netral. Dihitung penggunaan kedua komponen diatas seperti yang terdapat pada bab sebelumnya. Diharapkan bahan tersebut dapat mempertahankan pH sediaan selama disimpan hingga sediaan tidak digunakan lagi.
Sediaan tetes mata juga harus isotonis dengan cairan air mata. Setelah dihitung keekivalensian tiap bahan terhadap NaCl 0,9 % sebagai patokan larutan yang isotonis, maka dalam formulasi harus ditambahkan 75, 4 mg NaCl.
Cara sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi akhir dengan autoklaft pada suhu 115oC. Dalam pengerjaan sebisa mungkin dilakukan secara aseptis. Pertama –tama dibuat API bebas CO2 dan O2 dengan cara aquadest didihkan selama 40 menit. Lalu ditimbang zat aktif dan zat tambahan, yang dimasukkan kedalam gelas vial (kaca arloji diblas 2 kali dengan API secukupnya). Kemudian larutkan neomisin sulfat dengan API, lalu bilas dengan API. Kemudian larutkan Na metabisulfit dengan API, lalu bilas dengan API. Lalu larutkan Benzalkonium klorida dengan API, lalu bilas dengan API. Setelah itu dituangkan API secukupnya untuk membasahi kertas saring lipat yang akan digunakan. Lalu lakukan kalibrasi di beker glass dan di botol plastik (wadah). Lalu larutan zat dituangkan ke dalam gelas ukur, catat volume larutan.
Kemudian larutan disaring dan dilakukan pengecekan pH sebelum penambahan API hingga volume yang diinginkan. pH larutan tersebut adalah antara 7. Setelah sediaan jadi, diperoleh larutan yang bening. Sediaan dimasukkan ke dalam wadah dan kemudian disterilisasi akhir dengan autoklaft pada suhu 115oC selama 30 menit.
Setelah penyimpanan sediaan selama 2 minggu, dilakukan eveluasi terhadap sediaan. Diperoleh larutan yang bening dan setelah dicek pH sediaan diperoleh pH antara 6 - 7 . pH tersebut sesuai persyaratan sediaan yaitu 6,5 - 7,5. Ternyata buffer yang digunakan dapat mempertahankan pH sediaan sesuai yang diinginkan. Tidak terjadi kebocoran wadah, dan wadah masih dalam keadaan tertutup rapat.





















KESIMPULAN

1. Pembuatan sediaan obat tetes mata menggunakan :
Zat aktif : Neomisin Sulfat
 Benzalkonium Klorida
 Natrium Metabisulfit
 Dapar Fosfat pH 7 : Dinatrium fosfat, Kalium difosfat, dan NaCl
2. Neomisin sulfat dapat dibuat sediaan obat tetes mata untuk indikasi antimikroba karena bersifat bakterisid.
3. Hasil evaluasi sediaan obat tetes mata sebagai berikut :
1. pH larutan, larutan infus yang dibuat mempunyai pH 7 syarat sediaan infus adalah antara rentang pH 5-7,5.
2. Bahan partikulat, dalam larutan tidak ada bahan partikulat.
3. Uji kejernihan, larutan yang dihasilkan tetap jernih dalam penyimpanan
4. Warna larutan bening, tidak terjadi perubahan warna larutan dalam penyimpanan.



















DAFTAR PUSTAKA

American Pharmaceutical Association. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients, second edition. London : The Pharmaceutical Press.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta : UI Press.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia, edisi ketiga. Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Depkes RI. Formularium Nasional, Ed II. 1978.Jakarta.
Sulistiawati, Farida M.Si, Apt. dan Suryani, Nelly M.Si, Apt. 2007. Penuntun Praktikum Teknologi Sedian Steril. Jakarta.
The Pharmaceutical Society of Great Britain. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia twenty-eight edition. London : The Pharmaceutical Press.
Tjay, Tan Hoan, Drs, dkk. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek Sampingnya. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo.



















LAMPIRAN

Etiket




































LAPORAN PRAKTIKUM SEDIAAN STERIL















DISUSUN OLEH :
Lu’lu Sholihah (107102001552)
Rahmi Saputri (107102002308)
KELOMPOK 2
FARMASI VI B



PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010

Selasa, 13 Juli 2010

infus steril ringer laktat

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sediaan parenteral adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml atau disubut juga infus. Sediaan injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660. Akan tetapi perkembangan injeksi baru berlangsung tahun 1852, khususnya pada saat diperkenalkannya ampul gelas oleh Limousin ( Perancis ) dan Friedleader ( Jerman ), seorang apoteker. Injeksi merupakan pemakaian dengan cara penyemprotan larutan atau suspensi ke dalam tubuh untuk tujuan terapeutik atau diagnostik. Injeksi dapat dilakukan ke dalam aliran darah, ke dalam jaringan atau organ. Obat infus biasanya diindikasikan untuk keadaan obat yang yang tidak stabil atau aktif dalam saluran pencernaan, respon obat yang diperlukan cepat dan diperlukan perbaikan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan yang hendak kami capai dalam praktikum ini adalah untuk :
1. Memperoleh gambaran mengenai praformulasi sediaan infus serta membuat dan mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat.
2. Mengetahui mengenai pengertian, pembagian, cara pembuatan, perhitungan dosis, sterilisasi dan penyerahan suatu sediaan obat parenteral, khususnya infus.

1.3 Tujuan Formulasi Sediaan

Formulasi sediaan disusun berdasarkan zat aktif yang digunakan, sehingga perlu diperhatikan ada atau tidaknya interaksi yang terjadi dengan zat tambahan yang digunakan agar obat/sediaan dapat digunakan secara efektif, aman dan dapat memenuhi syarat-syarat resmi yang telah ditentukan.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Definisi
Sediaan Injeksi Volume Besar adalah larutan produk obat yang disterilisasi akhir dan dikemas dalam wadah dosis tunggal dengan kapasitas 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia. Parenteral volume besar meliputi infus intravena, larutan irigasi, larutan dialisis peritonal & blood collecting units with antikoagulant (Lachman Parenteral vol 1 hal 249). Definisi yang diperluas dari sediaan parenteral volume besar adalah produk obat dengan pembawa air dalam bentuk konterner dosis tunggal, disterilkan secara terminal dengan kapasitas 100 mililiter atau lebih, yang digunakan atau diberikan kepada manusia. (Goeswien Agoes, Sediaan Farmasi Steril).
Infus merupakan sediaan steril, berupa larutan atau emulsi dengan air sebagai fase kontinu; biasanya dibuat isotonis dengan darah. Prinsipnya infus dimaksudkan untuk pemberian dalam volume yang besar. Infus tidak mengandung tambahan berupa pengawet antimikroba.Larutan untuk infus, diperiksa secara visible pada kondisi yang sesuai, adalah jernih dan praktis bebas partikel-partikel. Emulsi pada infus tidak menujukkan adanya pemisahan fase. (British Pharmaceutical, 2002)

2.2. Indikasi, Keuntungan dan Kerugian

2.2.1 Rute pemakaian secara intravena diindikasikan untuk keadaan : (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal 415)
1. Obat tidak dapat diabsorpsi secara oral
2. Terjadinya absorpsi yang tidak teratur setelah penyuntikan secara intramuskular
3. Obat menjadi tidak aktif dalam saluran pencernaan
4. Perlunya respon yang cepat
5. Pasien tidak dapat mentoleransi obat atau cairan secara oral.
6. Rute pemberian secara intramuskular atau subkutan tidak praktis
7. Obat harus terencerkan secara baik atau diperlukannya cairan pembawa
8. Obat mempunyai waktu paruh yang sangat pendek dan harus diinfus secara terus menerus
9. Diperlukan perbaikan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
10. Obat hanya bersifat aktif oleh pemberian secara intravena
2.2.2 Keuntungan pemberian secara intravena (Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 401)
1. Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada keadaan gawat.
2. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral.
3. Penyerapan dan absorbsi dapat diatur.
2.2.3 Beberapa kemungkinan terjadinya kerugian dalam pembuatan infus seperti : (The Pharmaceutical Codex)
1. Emboli udara
2. Inkompatibilitas obat
3. Hipersensitivitas
4. Infiltrasi atau ekstravasasi
5. Sepsis
6. Thrombosis atau phlebitis
7. Kerugian yg lain: (Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi)
• Pemakaian sediaan lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien.
• Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi.
• Lebih mahal daripada bentuk sediaan non sterilnya karena lebih ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis bebas partikel).

2.3 Persyaratan Infus Intravena (FI edisi III hal 12)
a. Sediaan steril berupa larutan atau emulsi
b. Bebas pirogen
c. Sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah
d. Infus emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar, diameter fase dalam tidak lebih dari 5 m
e. Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar
f. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel
g. Emulsi untuk infus intravena setelah dikocok harus homogen dan tidak menunjukkan pemisahan fase, diameter globul fase terdispersi untuk infus intravena harus dinyatakan
h. Volume netto / volume terukur tidak kurang dari nilai nominal
i. Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal.
j. Penandaan : (Farmakope Indonesia Edisi IV)
Etiket pada larutan yang diberikan secara intra vena untuk melengkapi cairan, makanan bergizi, atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik, disyaratkan untuk mencantumkan kadar osmolarnya.
Jika keterangan mengenai osmolalitas diperlukan dlm monografi masing-masing, pada etiket hendaknya disebutkan kadar osmolar total dlm miliosmol per liter.
k. Memenuhi syarat injeksi. Kecuali dinyatakan lain, syarat injeksi meliputi (Farmakope Indonesia Edisi III):
• Keseragaman bobot
Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yg tertera pada daftar berikut, kecuali satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
Bobot yang tertera pada 0etiket Batas penyimpangan %
Tidak lebih dari 120 mg + 10
Antara 120 – 300 mg ± 7,5
300 mg atau lebih ± 5
• Keseragaman volume.
Volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan. Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar di bawah ini,

Volume pada etiket Volume tambahan yang dianjurkan
Untuk cairan encer Untuk cairan kental
0,5 ml 0,1 ml 0,12 ml
1 ml 0,1 ml 0,15 ml
2 ml 0,15 ml 0,25 ml
5 ml 0,3 ml 0,5 ml
10 ml 0,5 ml 0,7 ml
20 ml 0,6 ml 0,9 ml
30 ml 0,8 ml 1,2 ml
50 ml atau lebih 2% 3%
• Pirogenitas (tercakup di atas)
Untuk sediaan lebih dari 10 ml, memenuhi syarat Uji Pirogenitas yang tertera pada Uji Keamanan Hayati.
• Sterilitas (tercakup di atas)
Injeksi harus memenuhi syarat Uji Sterilitas yang tertera pada Uji Keamanan Hayati.
• Penandaan : Pada etiket harus juga tertera, untuk:
a. injeksi berupa suspensi: ”kocok dahulu”
b. injeksi yang mengandung antibiotik: kesetaraan bobot terhadap UI dan daluwarsa.
c. serbuk untuk injeksi: 1. volume pelarut atau zat pembawa yg diperlukan, dan 2. jika akan digunakan dilarutkan dalam pelarut atau zat pembawa yang tertera pada etiket dan harus segera digunakan.
2.4 Perbedaan infus dan injeksi

No Kriteria Injeksi Infus
1 Pemberian Terapi melalui suntikan Pengganti cairan plasma, elektrolit, darah, dll,
Memberi tambahan kalori
2 Metode pemberian Suntikan Tetesan
3 Alat Alat suntik Peralatan infuse
4 Volume pemberian Maks 20-30 ml (lazim 10 ml) Bisa sampai beberapa liter
5 Lama pemberian Maks 15-20 menit (lazim 1 menit) Bisa beberapa jam
6 Pembawa Air, gliserin, propilenglikol, minyak lemak, etil oleat, dll Air
7 Isohidris Bila memungkinkan baru dilakukan Diperlukan
8 Isotonis Bila memungkinkan baru dilakukan Mutlak perlu
9 Tekanan osmotik Tidak penting artinya Penting untuk larutan yang mengandung molekul koloid seperti dekstran, gelatin, PVP, dll
10 Isoioni Tidak penting Pada beberapa infus harus diperhatikan
11 Bebas pirogen Tidak ditekankan kecuali jika 1 kali suntik lebih dari 10 ml Mutlak perlu
12 Wadah Ampul, vial Botol infus
13 Larutan Dapar BOLEH menggunakan dapar TIDAK BOLEH menggunakan dapar

(Benny Logawa hlm 23, Di TS 2005 ditulis pustakanya:Wattimena, Dasar-Dasar Pembuatan dan Resep-Resep Obat suntik, Hal 103 tp buku ini sdh tdk ada di perpus Dep.FA)

2.5 Parenteral volume besar telah digunakan untuk:
(Lachman, Pharmaceutical Dosage Form:Parenteral
1) Mensuplai kebutuhan air, elektrolit, dan karbohidrat sederhana yang diperlukan oleh tubuh.
2) Bertindak sebagai pembawa untuk obat-obat yang dapat bercampur dengan larutan infus.
3) Mensuplai kebutuhan nutrisi pada saat bahan makanan tidak dapat diberikan secara oral (TPN=Total Parenteral Nutrition).
4) Sebagai larutan untuk memperbaiki keseimbangan asam-basa tubuh.
5) Bertindak sebagai cairan pengganti plasma.
6) Meningkatkan diuresis pada saat tubuh banyak menahan cairan.
7) Bertindak sebagai agen dialisis pada pasien penderita gagal ginjal.






BAB III
FORMULASI INJEKSI

3.1 PENGKAJIAN PRAFORMULASI
Monografi bahan yang digunakan, antara lain :

1. Natrii Chloridum
Sinonim : Sodium Chloride
Rumus molekul : NaCl
BM : 58,44
Pemerian : serbuk kristal putih; tidak berwarna; mempunyai rasa garam
pH : 6,7-7,3
Kelarutan : sedikit larut dalam etanol; larut dalm 250 bagian etanol 95%; larut dalam 10 bagian gliserin; larut dalam 2,8 bagian air dan 2,6 bagian pada suhu 100oC.
Fungsi : agen tonisitas ; sumber ion Natrium
OTT : larutan natrium klorida bersifat korosif dengan besi; membentuk endapan bila bereaksi dengan perak; garam merkuri; agen oksidasi kuat pembebas klorine dari larutan asam sodium klorida; kelarutan pengawet nipagin menurun dalam larutan sodium klorida.
Titik lebur : 801oC
Titik didih : 1439oC
Stabilitas : larutan sodium klorida stabil tetapi dapat menyebabkan perpecahan partikel kaca dari tipe tertentu wadah kaca. Larutan cair ini dapat disterilisasi dengan cara autoklaf atau filtrasi. Dalam bentuk padatan stabil dan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sejuk dan tempat kering.


2. Kalsium Laktat
Kalsium Laktat (1:2) hidrat (41372-22-9)
C6H10CaO6. X H2O
Pentahidrat [63690-56-2] BM 308,30
Anhidrat [814-80-2] BM 218,22
Kadar : Kalsium laktat mengandung tidakkurang dari 98% dan tidak lebih dari 101 %
C6H10C4O6, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian : Serbuk granul putih ; praktis tidak berbau, bentuk pentahidrat sedikit mekar
pada suhu 120oC menjadi bentuk anhidrat.
Kelarutan : Kalsium laktat pentahidrat larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol.

3. Kalii Chloridum
Sinonim : Potassium Chloride
Rumus molekul : KCl
BM : 74,55
Pemerian : tidak berbau; kristal tidak berwarna; atau bubuk kristal putih, rasa garam yang tidak menyenangkan.
pH : 7 untuk larutan pada suhu 15oC
Kelarutan : praktis tidak larut dalam acetone dan eter; larut dalam 250 bagian etanol 95%; larut dalam 14 bagian gliserin; larut dalam 2,8 bagian air dan 1,8 bagian pada suhu 100oC.
Fungsi : agen tonisitas ; sumber ion Kalium
OTT : larutan potassium klorida bereaksi kuat dengan bromine triflouride dan dengan campuran asam sulfur dan permanganate kalium. Kehadiran asam klorida, NaCl, dan MgCl menurunkan kelarutan KCl dalam air. Larutan KCl mengendap dengan garam perak dan lead. Larutan iv KCl OTT dengan protein hidrosalisilat.
Titik lebur : 790oC
Titik didih : menyublim pada suhu 1500oC
Stabilitas : larutan KCL dapat disterilisasi dengan autoklaf atau filtrasi. KCl stabil dan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, tempat sejuk dan kering.

4. Calcii Chloridum
Sinonim : Calcium Chloride Dihydrate
Rumus molekul : CaCl2.H2O
BM : 147
Pemerian : bubuk kristal, higroskopis, tidak berbau, tidak berwarna atau putih
pH : larutan 5% dalam air memiliki pH 4,5-9,2.
larutan 1,7% dalam air memiliki keadaan yang isoosmotik dengan serum.
Kelarutan : larut dalam 1,2 bagian air; larut dalam 0,7 bagian air mendidih; larut dalam 4 bagian alcohol; larut dalam 2 bagian alcohol mendidih
Fungsi : agen tonisitas ; sumber ion Kalsium
OTT : OTT dengan larutan Karbonat, posfat, sulfat dan tartrat; dengan amphotericin, cephalothin sodium, Klorfeniramina maleat, Klortetrasiklin, HCl, Oksitetrasiklin HCl, dan tetrasiklin HCl. Kadang-kadang OTT yang tergantung pada konsentrasi yang terjadi dengan Natrium bikarbonat.
Stabilitas : simpan dalam wadah yang tertutup rapat

5. Aqua pro injeksi
Fungsi : sebagai bahan pembawa sediaan iv
Pemerian : cairan jernih / tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan : dapat bercampur dengan pelarut polar dan elektrolit
OTT : Dalam sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan obat dan zat tambahan lainnya yang mudah terhidrolisis (mudah terurai dengan adanya air atau kelembaban).
Air dapat bereaksi kuat dan cepat dengan logam alkali dan zat pengoksidasinya, seperti Calsium oksidadan Mg oksida.
Air juga bereaksi dengan garam anhidrat menjadi bentuk hidrat, serta bereaksi dengan bahan organik dan kalsium carbide.
Stabilitas : air stabil dalam setiap keadaan (es, cairan, uap panas).
Air untuk penggunaan khusus harus disimpan dalam wadah yang sesuai.
Pembuatan : Aqua destilata dipanaskan sampai mendidih dipanaskan 40 menit  API bebas CO2


TABEL I
REKOMENDASI
RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN PRA-FORMULASI

No Masalah Diinginkan Pemecahan Pemilihan Alasan
1 Dibuat sediaan parenteral Membuat sediaan yang cocok untuk stabilitas zat aktif • Sedian Parenteral Volume Kecil (injeksi)
• Sedian Parenteral Volme Besar (infus)

Sedian Parenteral Volume Besar
(injeksi)
Injeksi ringer digunakan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang sehingga diperlukan dalam jumlah besar maka dibuat dalam bentuk sedian parenteral volume besar
2 Rute pemberian untuk injeksi ringer Diinfusi langsung tepat ke sasaran Rute pemberian yang benar
Im
Iv
Sc iv Karena pada umumnya, diinginkan obat langsung masuk ke dalam peradaran darah dan cepat efek terapi
3 Sediaan dibuat infus Dapat tercampur dengan konsentrasi dalam tubuh Dibuat sediaan yang bersifat
 Isotonis
 Hipotonis
 Hipertonis isotonis Infus dapat digunakan dengan tepat maka konsentrasinya harus isotonis dengan plasma darah
4. Adanya reaksi OTT antara CaCl2 dengan gas CO2 pada proses pembuatan Sediaan yang yang efektif digunakan secara iv Pembawa yang digunakan
 API
 API bebas O2
 API bebas CO2 API bebas CO2 Penghilangan gas CO2 pada API sebelum pencampuran, dapat menghindari reaksi OTT dengan CaCl2 yang dapat menghasilkan endapan CaCO3.
5 Zat/sediaan dikhawatirkan terkontaminasi oleh adanya pirogen Sediaan steril terhindar dari pirogen Zat karbon aktif dengan kadar
 < 0,1%
 0,1 %
 > 0,1 % Zat karbon aktif dengan kadar 0,1% Kadar zat karbon aktif 0,1 % efektif mengikat pirogen dalam larutan, yang dapat bekerja pada suhu 60-70oC setelah pemanasan 15 menit. Apabila kadar zat karbon aktif kurang atau lebih dari 0,1% menyebabkan tidak aktifnya pengikatan dan penyerap pirogen, dikhwatirkan tertinggalnya pirogen dalam sediaan.
6. Zat/sediaan dikhawatirkan terkontaminasi oleh adanya mikroorganisme Sediaan steril terhindar dari mikroorganisme Dilakukan proses sterilisasi
• sterilisasi aseptis
• sterilisasi akhir Sterilisasi akhir Karena zat aktif tahan terhadap lembab dan pemanasan
7 Penandaan berdasarkan golongan obat bermacam-macam
Penandaan golongan yang sesuai sebagai petunjuk penggunaan konsumen
=obat keras
=Obat bebas terbatas

=Obat bebas

Karena penggunaan sediaan injeksi harus dengan resep dokter dan perlu dilakukan oleh tenaga ahli medis
TABEL II
SPESIFIKASI DAN SYARAT YANG DIINGINKAN

Rancangan Produk

1 Nama Produk Lakmi Ringer® injeksi
2 Nama Sediaan Jadi Injeksi Ringer Laktat
3 Nama Bahan Aktif Komponen Injeksi Ringer Laktat
4 Bentuk Sediaan Injeksi
5 Nama Sediaan Dasar Komponen injeksi ringer Laktat
6 Dosisi Lazim
NILAI SYARAT RUJUKAN
7 Kadar Bahan Aktif
8 Pemerian :
Bentuk Cairan Martindale
Warna Bening Martindale
Bau Tidak berbau Martindale
Rasa Tidak berasa Martindale
Konsisten
9 Kelarutan :
 Dalam Air
 Dalam Etanol 95%
 Dalam Asam mineral encer
 Dalam Alkali
Hidroksida
 Dalam Eter
 Dalam Benzen
 Dalam gliserol Praktis larut dalam air
-
-
-

-

-
- FI 3

10 Wadah dan
Penyimpanan Pada botol infus
Wadah Botol kaca bening FI 3
Penyimpanan Dalam Wadah
Tertutup rapat FI 3
Terisi250 ml FI 3






























BAB IV
METODE PRAKTIKUM

Sediaan Parenteral Volume Besar

1. Data Zat Aktif
No Daftar Obat Dosis Lazim Kelarutan pH Jenis Sterilisasi Khasiat
1 Natrii Chloridum
- sedikit larut dalam etanol; larut dalm 250 bagian etanol 95%; larut dalam 10 bagian gliserin; larut dalam 2,8 bagian air dan 2,6 bagian pada suhu 100oC. 6,7-7,3 Sterilisasi akhir agen tonisitas ; sumber ion Natrium
2 Kalii Chloridum - praktis tidak larut dalam acetone dan eter; larut dalam 250 bagian etanol 95%; larut dalam 14 bagian gliserin; larut dalam 2,8 bagian air dan 1,8 bagian pada suhu 100oC. 7 untuk larutan pada suhu 15oC Sterilisasi akhir agen tonisitas ; sumber ion Kalium
3













Calcii Chloridum
























larut dalam 1,2 bagian air; larut dalam 0,7 bagian air mendidih; larut dalam 4 bagian alcohol; larut dalam 2 bagian alcohol mendidih

- larutan 5% dalam air memiliki pH 4,5-9,2.
- larutan 1,7% dalam air memiliki keadaan yang isoosmotik dengan serum. Sterilisasi akhir










agen tonisitas ; sumber ion Kalsium
4 Kalsium Laktat - larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol
- Sterilisasi Akhir agen tonisitas ; sumber ion Laktat



2. Formulasi Standar dari Fornas :
Formula Ringer
Fornas Hal 203
Tiap 500 ml mengandung :
R/ Natrii Chloridum 4,3 g
Kalii Chloridum 150 mg
Calcii Chloridum 2,4 g
API ad 500 ml
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal
Catatan : 1. pH 5 sampai 7.5
2. Tidak boleh mengandung bakterisida
3. Disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C, segera setelah dibuat
4. Bebas Pirogen
5. Pada etiket harus juga tertera banyaknya ion Kalium, ion Ca, Ion Klorida dan ion Natrium masing-masing dalam mEq per liter
6. diinjeksikan secara infusi

3. Tak Tersatukan Zat Aktif (OTT)
Zat CaCl2 akan bereaksi dengan ags CO2 menghasilkan endapan CaCO3.
Reaksi yang terjadi :
CaCl2 + CO2  CaCO3

4. Usul Penyempurnaan Sediaan
• Zat-zat yang digunakan dalam formulasi sedian untuk injeksi ringer dengan volume 250 ml harus isotonis, isohidri, dan bebas pirogen.
• Pembawa yang digunakan harus bebas dari gas CO2.

5. Alat dan Cara Sterilisasinya

Sterilisasi Injeksi Ringer dengan sterilisasi autoklaf.
Sterilisasi dengan autoklaf berarti zat aktif tahan terhadap pemanasan sehingga untuk mendapatkan sediaan yang steril untuk injeksi ringer dilakukan proses sterilisasi akhir.
No. Nama Alat Jumlah Cara sterilisasi Waktu
1. Erlenmeyer 2 Oven 170oC 30 menit
2. Beaker glass 2 Oven 170oC 30 menit
3 Kaca arloji 4 Oven 170oC 30 menit
4 Botol infus 1 Oven 170oC 30 menit
5. Batang pengaduk 1 Oven 170oC 30 menit
6. Pinset 1 Oven 170oC 30 menit
7. Spatula 1 Oven 170oC 30 menit
8. Gelas ukur 1 Autoklaf 115oC 30 menit
9. Corong 1 Autoklaf 115oC 30 menit
10. Kertas saring 2 Autoklaf 115oC 30 menit
11. Tutup karet infus 1 Autoklaf 115oC 30 menit
12 Botol Infus 1 Oven 170oC 30 menit

6. Formula akhir Ringer Laktat

R/ NaCl 0,62
KCl 0,033
CaCl2 0,014
Na Laktat 0,3
API ad 100 ml

(Pada perhitungan digunakan Na laktat dan pada praktikum digunakan Kalsium laktat)

6.1 Perhitungan Ringer Laktat

Syarat pada FI IV :
Tiap 100 ml mengandung :
1. 285 mg – 315 mg Na+ → sebagai NaCl & C3H5NaNO3
2. 14,1 mg – 17,3 mg K+ →setara 27 mg – 33 mg KCl
3. 4,9 – 6 mg Ca2+ → Ca2+ setara 18 mg – 22 mg CaCl2.2H2O
4. 368 mg – 408 mg Cl- → Cl- sebagai NaCl,KCl, CaCl2.2H2O
5. 231 mg – 261 mg laktat → 261 mg laktat C3H5O ~ 290 mg – 330 mg C3H5NaO3

A. NaCl 0,62 gram dalam 100 ml
a. mg ion Na+ = 620 mg x 23 = 243,7 mg
58,5
Meq Na+ = 243,7 x 1 = 10,659
23

b. mg ion Cl- = 620 mg x 35,5 = 376 mg
58,5
Meq Cl - = 376 x1 = 10,6
35,5

B. KCl 0,033 gram dalam 100 ml
a. mg ion K+ = 33 x 39,1 = 17,3
74,6
meq K+ = 17,3 x 1 = 0,442
39,1
b. Mg ion Cl- = 33 mg x 35,5 = 15,7
74,6
meq Cl- = 15,7 x 1 = 0,442
35,5

C. CaCl2 14 mg dalam 100 ml
a. mg ion Ca2+ = 14 mg x 40 = 5.045
111
b. mg ion Cl2 2- = 14 mg x 35,5 = 4,48
a) meq Ca2+ = 5,045 x 2 = 0,25
40
b) meq Cl- = 4,48 x 2 = 0,25
35,5
D. Na laktat = 0.32 gram dalam 100 ml
a. mg ion Na = 300 x 23 = 61,6
112
b. mg ion laktat = 300 x 89 = 238
112
a) meq Na+ = 61,6 x 1 = 2,67
23
b) meq laktat = 238 x 1 = 2,67
89

Mengecek jumlah masing – masing ion sesuai dengan standar FI IV
1. Na+ = 243,7 mg + 61,6 mg = 305,3 mg
2. K+ = 17,3 mg (14, 1 mg – 17,3 mg)
3. Ca2+ = 5,76 mg (4,9 mg – 6 mg)
4. Cl- = 382 + 15,7 + 5,11 = 402,28


Meq ion Na+ = 10,6 + 61,6 = 13,62
K+ = 0,442 13,922
Ca2+ = 0,25
Cl- = 10,6 + 0,442 + 0,25 = 11,292
Laktat = 2,67 13,922

Perhitungan Osmolaritas
Bahan BM Jumlah ion Konsentrasi M osmole/l
NaCl 58,5 2 6,2 212
KCl 74,6 2 3,3 8,8
CaCl2 111 3 0,16 3,78
Na Laktat 112 2 3,2 53,6
Jumlah 278,18

Rumus
M osmole/l = g/l zat x 1000 x jumlah ion
BM zat

NaCl = M osmole/l = g/l zat x 1000 x jumlah ion
BM zat

= 6,2 x 1000 x 2
58,5
KCl = M osmole/ l = g/l zat x 1000 x jumlah ion
BM zat
0,33 x 1000 x 2
74,6
= 8,8

CaCl2 = M osmole/l = g/l zat x 1000 x jumlah ion
BM zat
= 0,14 x 1000 x 3
111
= 3,78
Na laktat = M osmole/l = g/l zat x 1000 x jumlah ion
BM zat
= 3 x 1000 x 2
112
= 53,6
Jumlah M osmole/l = 278,18 (Masuk ke dalam rentan isotonis)

Perhitungan Tonisitas
NaCl = 0,62 x 1 = 0,62
KCl = 0,033 x 0,76 = 0,0251
CaCl2 = 0,014 x 0,53 = 0,0098
Na laktat = 0,3 x 0,52 = 0,52

Isotonis secara NaCl 0,9 % = 0,9 gram/100 ml
Kekurangan NaCl = 0,9 – 0,8289 gram
= 0,0711
= 71,7 mg

Volume infus 250 ml
Kelebihan volume tiap wadah untuk cairan encer untuk sediaan dengan volume lebih dari 50 ml, yaitu 2% (FI IV 1044)

250 x 2 = 5
100
250 + 5 mml = 255 ml
Kelebihan volume total untuk antisipasi kehilangan selama proses = 10%
10 % x 255 ml = 255 ml
255 + 2,55 = 2800,5
Digenapkan menjadi 300 ml

Penimbangan Bahan
- NaCl = 0,62 x 5 % = 0,0017 gram
= 0,034 + 0,0017 = 0,0357 gram
= 0,0357 x 300 ml = 0,1071 gram / 107 mg
100 ml
- KCl = 0,033 x 5% = 0,00165 gr
= 0,33 + 0,00165 = 0,0347 gram
= 0,0347 gram x 300 ml = 0,104 gram/ 104
100 ml
- CaCl2 = 0,014 x 5% = 0,0007
= 0,014 + 0,0007 = 0,00147
= 0,0147 x 300 ml = 0,0441 / 44 mg
100 ml
- Na laktat = 0,3 x 5% = 0,015 gram
= 0,3 gram + 0,015 = 0,315 gram
= 0,0315 x 300 ml = 0,945 gram/ 945 mg
100 ml
- Ad API = 300 ml

7. Prosedur Pembuatan

1. Timbang semua bahan yang diperlukan, masukkan ke dalam gelas piala yang telah dikalibrasi 300 ml.
2. Buat API dengan cara mendidihkan aquades di atas penangas air, dan dihitung 30 menit setelah mendidih.
3. Karbon aktif dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 60 – 70oC
4. Melarutkan setiap bahan (NaCl, KCl, CaCl2, Ca Laktat) dengan API pada cawan hinggal larut homogen
5. Mencampurkan semua bahan yang telah dilarutkan pada gelas beaker
6. Timbang 0.1% zat karbon aktif masukkan dalam larutan. Gelas piala ditutup kaca arloji dan disisipi batang pengaduk.
7. Hangatkan larutan pada suhu 50-70oC selama 15 menit sambil sesekali diaduk
8. Kertas saring ganda terlipat, dibasahi dulu dengan air bebas pirogen (dibuat seperti larutan bebas pirogen).
9. Pindahan corong dan kertas saring ke erlenmeyer steril bebas pirogen
10. Saring larutan hangat-hangat ke dalam erlenmeyer
11. Membilas botol infus dengan air bebas pirogen
12. Ukur volume larutan dalam gelas ukur tepat 250 ml dan isikan langsung dalam botol infus 250 ml








BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN EVALUASI
1. Kejernihan
Pengujian visual ditujukana ada atau tidaknya partikel yang tidak larut, khususnya bahan melayang dan serpihan gelas. Cara :
• Botol infus diputar 180o didepan suatu latar belakang yang gelap.
• Amati kejernihannya
Pada pengujian ini, kami hanya menggunakan pengamatan secara visual tanpa menggunakan lampu Atherman. Hasil yang kami lihat tidak tampak/tidak terlihat adanya partikel yang melayang.
Hasil pengamatan : Infus Ringer laktat jernih dan tidak ada partikulat yang melayang.
2. pH / tonisitas
Diukur dengan kertas lakmus, pengujian ini kami tidak melakukannya. namun, menggunakan perhitungan isotonis dengan humus white vincent, sedíaan harus isotonis yaitu menpunyai pH sesuai dengan pH darah.
Hasil pengamatan : pH 6-7
3. Pirogenitas
Dilakukan dengan tes kelinci (tidak kami lakukan)
4. Volume
Pengujian dilakukan dengan alat ukur volume. Volume harus dilebihkan sesuai dengan jumlah yang tertera pada literatur ( pada pembuatan, volume yang ditambah 2% untuk sediaan lebih dari 50 ml 250 menjadi 255 ml dan dilebihkan 10% menjadi 280,5 ml dan digenapkan menjadi 300ml) namun pada pengisian pada wadah tetap pada volume semula. Volume yang kami gunakan yaitu volume 250 ml.

5. Kadar zat aktif
Dilakukan dengan spertrofotometer, HPLC atau alat lain yang cocok. (tidak kami lakukan)
6. Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunakan medium pertumbuhan tertentu. Produk dikatakan bebas mikroorganisme bila Sterility Assuranve Level (SAL) = 10-6. bila pembuatan produk menggunakan aseptik maka SAL 10-4 . (tidak kami lakukan).

BAB V
PEMBAHASAN


Sediaan parenteral digolongkan menjadi dua berdasarkan jumlah volume yang diberikan adalah sediaan parenteral volume kecil (SPVK), contohnya injeksi dan sediaan parenteral volume besar (SPVB) contohnya infus. Sediaan parenteral volume besar adalah produk obat dengan pembawa air dalam bentuk konterner dosis tunggal, disterilkan secara terminal dengan kapasitas 100 mililiter atau lebih, yang digunakan atau diberikan kepada manusia (Goeswien Agoes, Sediaan Farmasi Steril). Pada praktikum steril kali ini adalah membuat sediaan parenteral volume besar yaitu infus. Sediaan yang akan dibuat adalah Ringer Laktat. Berdasarkan literatur pembuatan injeksi kortison asetat ini dilakukan secara Autoklaf.
Berdasarkan literatur Martindal dan Fornas Ringer laktat terdiri dari NaCl, KCl, CaCl2 dan Na Laktat, dari keempat bahan tersebut mempunyai sifat kelarutan, yaitu larut dalam air. Pada perhitungan digunakan Na Laktat tetapi karena pada labotarium persediaan Na Laktat tidak ada maka digunakan Ca Laktat. Pada perhitungan jumlah berat (miligram) setiap ion harus masuk ke dalam rentan pada literatur FI IV (Farmakope Indonesia Edisi IV) dan meq kation dan anion harus sama. Saat ini sebagai sinonim pengukuran isotonis suatu larutan, digunakan terminologi miliosmol ( disingkat m osmol) zat terlarut per liter larutan. Bobot satu osmole adalah bobot gram molekul suatu zat dibagi dengan jumlah ion atau spesies kimia (n) yang terbentuk pada waktu proses disolusi. Dan keterangan kadar osmolar pada etiket suatu larutan parenteral membantu untuk memberikan informasi pada dokter apakah larutan tersebut hipo-osmotik, iso-osmotik, atau hiper-osmotik. Kadar osmole setiap bahan, yaitu KCl, NaCl, CaCl2 dan Ca Laktat masih berada dalam rentan isotonis yaitu 270-328 m osmole/perliter.
Ada beberapa metode perhitungan tonisitas diantaranya adalah metode turunnya titik beku, ekivalensi NaCl dan metode Liso. Pada praktikum, perhitungan tonisitasnya menggunakan ekivalensi NaCl, yaitu sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu zat terlarut terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama. Didapatkan hasil tidak isotonis sempurna atau isotonis hampir mendekati sempurna, yaitu NaCl yang dibutuhkan sebesar 71,7 mg. Volume infus yang akan dibuat adalah 250 ml, kelebihan volume Kelebihan volume tiap wadah untuk cairan encer untuk sediaan dengan volume lebih dari 50 ml, yaitu 2% (FI IV 1044) dan antisipasi kehilangan selama proses ditambahkan 10% dan setelah digenapkan volume sediaan yang akan dibuat sebesar 300 ml. Pada waktu penimbangan bahan sediaan ditambahkan 5%. Semua bahan Ringer Laktat dilarutkan dengan Aqua pro injeksi yang terdiri dari NaCl, KCl, CaCl2 dan Ca Laktat, pada ketiga bahan larut semua kecuali Ca Laktat tidak larut walaupun sudah dilarutkan beberapa ml (mili liter) Aqua pro Injeksi, sehingga Ca Laktat tidak digunakan dalam praktikum atau tahap selanjutnya. Sebelum di add kan 300 ml di tentukan pH infus Ringer Laktat didapatkan pHnya 6 karena sedikit mendekati rentan pH maka ditambahkan just pH NaOH sebanyak 2 tetes didapatkan pHnya 6,5 (rentan pH 6 mendekati pH 7). Penambahan karbon aktif 0,1 % digunakan untuk mengikat zat pirogen yang dapat menyebabkan demam atau kenaikan suhu tubuh. Setelah ditambahkan karbon aktif infus menjadi bewarna gelap dan kemudian infus dipanaskan pada suhu 60 -70 oC selama 15 menit untuk mengaktifkan karbon aktif mengikat pirogen. Pada waktu penyaringan, 3 ml saringan awal agar infus menjadi jernih karena karbon aktif. Karbon aktif selain mengikat zat pirogen dan sebagian zat aktif bisa terikat dengan karbon aktif maka pada waktu penimbangan zat aktif ditambahkan 5%. Sebelum dimasukkan ke dalam botol infus, botol infus dicuci dengan Air bebas pirogen.


























BAB VI
KESIMPULAN


Hal yang dapat disimpulkan dalam praktikum pembuatan sediaan injeksi volume besar yang berisi :
 Bahan aktif : Natrii Chloridum
Calcii Chloridum
Kalii Chloridum
 Zat Pengikat pirogen : Zat Carbon aktif
 Pembawa : API bebas O2
Menghasilkan sediaan yang
o Berwarna bening, jernih
o Dilihat dengan kasat mata tidak ada partikel yang melayang.
o pH 6,5 - 7

V.2 Saran

Adapun saran yang diusulkan demi memperbaiki kinerja serta hasil yang sesuai dengan CPOB adalah melengkapi keterbatasan alat dan bahan, sehingga semua proses pembuatan dapat berjalan dengan baik dari awal hingga akhir.



















DAFTAR PUSTAKA


1) Departemen Kesehatan RI, 1979. Farmakope Indonesia, edisi III, Jakarta.
2) Departemen kesehatan RI, 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV, Jakarta.
3) Martindale, The Extra Pharmacopeia Twenty-eight Edition. The Parmaceutical Press, London. 1982.
4) LACHMAN, Leon. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1989.
5) ANSEL, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press),1989.
6) ISO Indonesia. Jakarta: PT Anem Kosong Anem (AKA), 1979.
7) MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Jakarta: PT Infomaster.
8) Agoes, Goeswien, 2009. Sediaan Farmasi Steril. Bandung : Penerbit ITB.
9) Sulistiawati, Farida, 2009. Formulasi Sediaan Steril. Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta




























LAMPIRAN

Ringer Injection Netto : 250 ml

Tiap 250 ml mengandung
Natrium 34.05 meq
Kalium 1.105 meq
Kalsium 0,625 meq
Klorida 28,23 meq

Indikasi :
Mengatasi dehidrasi, menggantikan cairan ekstraseluler tubuh dan ion Cl yang hilang, mengembalikkan keseimbangan

Cara Pemberian
Intravena

REG : DKL1216101989A2 Syahid Pharmaceutical
BATCH : 1234STR Jakarta
Exp date : April 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sediaan parenteral adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml atau disubut juga infus. Sediaan injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660. Akan tetapi perkembangan injeksi baru berlangsung tahun 1852, khususnya pada saat diperkenalkannya ampul gelas oleh Limousin ( Perancis ) dan Friedleader ( Jerman ), seorang apoteker. Injeksi merupakan pemakaian dengan cara penyemprotan larutan atau suspensi ke dalam tubuh untuk tujuan terapeutik atau diagnostik. Injeksi dapat dilakukan ke dalam aliran darah, ke dalam jaringan atau organ. Obat infus biasanya diindikasikan untuk keadaan obat yang yang tidak stabil atau aktif dalam saluran pencernaan, respon obat yang diperlukan cepat dan diperlukan perbaikan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan yang hendak kami capai dalam praktikum ini adalah untuk :
1. Memperoleh gambaran mengenai praformulasi sediaan infus serta membuat dan mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat.
2. Mengetahui mengenai pengertian, pembagian, cara pembuatan, perhitungan dosis, sterilisasi dan penyerahan suatu sediaan obat parenteral, khususnya infus.

1.3 Tujuan Formulasi Sediaan

Formulasi sediaan disusun berdasarkan zat aktif yang digunakan, sehingga perlu diperhatikan ada atau tidaknya interaksi yang terjadi dengan zat tambahan yang digunakan agar obat/sediaan dapat digunakan secara efektif, aman dan dapat memenuhi syarat-syarat resmi yang telah ditentukan.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Definisi
Sediaan Injeksi Volume Besar adalah larutan produk obat yang disterilisasi akhir dan dikemas dalam wadah dosis tunggal dengan kapasitas 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia. Parenteral volume besar meliputi infus intravena, larutan irigasi, larutan dialisis peritonal & blood collecting units with antikoagulant (Lachman Parenteral vol 1 hal 249). Definisi yang diperluas dari sediaan parenteral volume besar adalah produk obat dengan pembawa air dalam bentuk konterner dosis tunggal, disterilkan secara terminal dengan kapasitas 100 mililiter atau lebih, yang digunakan atau diberikan kepada manusia. (Goeswien Agoes, Sediaan Farmasi Steril).
Infus merupakan sediaan steril, berupa larutan atau emulsi dengan air sebagai fase kontinu; biasanya dibuat isotonis dengan darah. Prinsipnya infus dimaksudkan untuk pemberian dalam volume yang besar. Infus tidak mengandung tambahan berupa pengawet antimikroba.Larutan untuk infus, diperiksa secara visible pada kondisi yang sesuai, adalah jernih dan praktis bebas partikel-partikel. Emulsi pada infus tidak menujukkan adanya pemisahan fase. (British Pharmaceutical, 2002)

2.2. Indikasi, Keuntungan dan Kerugian

2.2.1 Rute pemakaian secara intravena diindikasikan untuk keadaan : (The Pharmaceutical Codex, ed.12 hal 415)
1. Obat tidak dapat diabsorpsi secara oral
2. Terjadinya absorpsi yang tidak teratur setelah penyuntikan secara intramuskular
3. Obat menjadi tidak aktif dalam saluran pencernaan
4. Perlunya respon yang cepat
5. Pasien tidak dapat mentoleransi obat atau cairan secara oral.
6. Rute pemberian secara intramuskular atau subkutan tidak praktis
7. Obat harus terencerkan secara baik atau diperlukannya cairan pembawa
8. Obat mempunyai waktu paruh yang sangat pendek dan harus diinfus secara terus menerus
9. Diperlukan perbaikan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
10. Obat hanya bersifat aktif oleh pemberian secara intravena
2.2.2 Keuntungan pemberian secara intravena (Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 401)
1. Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada keadaan gawat.
2. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral.
3. Penyerapan dan absorbsi dapat diatur.
2.2.3 Beberapa kemungkinan terjadinya kerugian dalam pembuatan infus seperti : (The Pharmaceutical Codex)
1. Emboli udara
2. Inkompatibilitas obat
3. Hipersensitivitas
4. Infiltrasi atau ekstravasasi
5. Sepsis
6. Thrombosis atau phlebitis
7. Kerugian yg lain: (Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi)
• Pemakaian sediaan lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien.
• Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi.
• Lebih mahal daripada bentuk sediaan non sterilnya karena lebih ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis bebas partikel).

2.3 Persyaratan Infus Intravena (FI edisi III hal 12)
a. Sediaan steril berupa larutan atau emulsi
b. Bebas pirogen
c. Sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah
d. Infus emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar, diameter fase dalam tidak lebih dari 5 m
e. Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar
f. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel
g. Emulsi untuk infus intravena setelah dikocok harus homogen dan tidak menunjukkan pemisahan fase, diameter globul fase terdispersi untuk infus intravena harus dinyatakan
h. Volume netto / volume terukur tidak kurang dari nilai nominal
i. Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal.
j. Penandaan : (Farmakope Indonesia Edisi IV)
Etiket pada larutan yang diberikan secara intra vena untuk melengkapi cairan, makanan bergizi, atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik, disyaratkan untuk mencantumkan kadar osmolarnya.
Jika keterangan mengenai osmolalitas diperlukan dlm monografi masing-masing, pada etiket hendaknya disebutkan kadar osmolar total dlm miliosmol per liter.
k. Memenuhi syarat injeksi. Kecuali dinyatakan lain, syarat injeksi meliputi (Farmakope Indonesia Edisi III):
• Keseragaman bobot
Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yg tertera pada daftar berikut, kecuali satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
Bobot yang tertera pada 0etiket Batas penyimpangan %
Tidak lebih dari 120 mg + 10
Antara 120 – 300 mg ± 7,5
300 mg atau lebih ± 5
• Keseragaman volume.
Volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan. Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar di bawah ini,

Volume pada etiket Volume tambahan yang dianjurkan
Untuk cairan encer Untuk cairan kental
0,5 ml 0,1 ml 0,12 ml
1 ml 0,1 ml 0,15 ml
2 ml 0,15 ml 0,25 ml
5 ml 0,3 ml 0,5 ml
10 ml 0,5 ml 0,7 ml
20 ml 0,6 ml 0,9 ml
30 ml 0,8 ml 1,2 ml
50 ml atau lebih 2% 3%
• Pirogenitas (tercakup di atas)
Untuk sediaan lebih dari 10 ml, memenuhi syarat Uji Pirogenitas yang tertera pada Uji Keamanan Hayati.
• Sterilitas (tercakup di atas)
Injeksi harus memenuhi syarat Uji Sterilitas yang tertera pada Uji Keamanan Hayati.
• Penandaan : Pada etiket harus juga tertera, untuk:
a. injeksi berupa suspensi: ”kocok dahulu”
b. injeksi yang mengandung antibiotik: kesetaraan bobot terhadap UI dan daluwarsa.
c. serbuk untuk injeksi: 1. volume pelarut atau zat pembawa yg diperlukan, dan 2. jika akan digunakan dilarutkan dalam pelarut atau zat pembawa yang tertera pada etiket dan harus segera digunakan.
2.4 Perbedaan infus dan injeksi

No Kriteria Injeksi Infus
1 Pemberian Terapi melalui suntikan Pengganti cairan plasma, elektrolit, darah, dll,
Memberi tambahan kalori
2 Metode pemberian Suntikan Tetesan
3 Alat Alat suntik Peralatan infuse
4 Volume pemberian Maks 20-30 ml (lazim 10 ml) Bisa sampai beberapa liter
5 Lama pemberian Maks 15-20 menit (lazim 1 menit) Bisa beberapa jam
6 Pembawa Air, gliserin, propilenglikol, minyak lemak, etil oleat, dll Air
7 Isohidris Bila memungkinkan baru dilakukan Diperlukan
8 Isotonis Bila memungkinkan baru dilakukan Mutlak perlu
9 Tekanan osmotik Tidak penting artinya Penting untuk larutan yang mengandung molekul koloid seperti dekstran, gelatin, PVP, dll
10 Isoioni Tidak penting Pada beberapa infus harus diperhatikan
11 Bebas pirogen Tidak ditekankan kecuali jika 1 kali suntik lebih dari 10 ml Mutlak perlu
12 Wadah Ampul, vial Botol infus
13 Larutan Dapar BOLEH menggunakan dapar TIDAK BOLEH menggunakan dapar

(Benny Logawa hlm 23, Di TS 2005 ditulis pustakanya:Wattimena, Dasar-Dasar Pembuatan dan Resep-Resep Obat suntik, Hal 103 tp buku ini sdh tdk ada di perpus Dep.FA)

2.5 Parenteral volume besar telah digunakan untuk:
(Lachman, Pharmaceutical Dosage Form:Parenteral
1) Mensuplai kebutuhan air, elektrolit, dan karbohidrat sederhana yang diperlukan oleh tubuh.
2) Bertindak sebagai pembawa untuk obat-obat yang dapat bercampur dengan larutan infus.
3) Mensuplai kebutuhan nutrisi pada saat bahan makanan tidak dapat diberikan secara oral (TPN=Total Parenteral Nutrition).
4) Sebagai larutan untuk memperbaiki keseimbangan asam-basa tubuh.
5) Bertindak sebagai cairan pengganti plasma.
6) Meningkatkan diuresis pada saat tubuh banyak menahan cairan.
7) Bertindak sebagai agen dialisis pada pasien penderita gagal ginjal.






BAB III
FORMULASI INJEKSI

3.1 PENGKAJIAN PRAFORMULASI
Monografi bahan yang digunakan, antara lain :

1. Natrii Chloridum
Sinonim : Sodium Chloride
Rumus molekul : NaCl
BM : 58,44
Pemerian : serbuk kristal putih; tidak berwarna; mempunyai rasa garam
pH : 6,7-7,3
Kelarutan : sedikit larut dalam etanol; larut dalm 250 bagian etanol 95%; larut dalam 10 bagian gliserin; larut dalam 2,8 bagian air dan 2,6 bagian pada suhu 100oC.
Fungsi : agen tonisitas ; sumber ion Natrium
OTT : larutan natrium klorida bersifat korosif dengan besi; membentuk endapan bila bereaksi dengan perak; garam merkuri; agen oksidasi kuat pembebas klorine dari larutan asam sodium klorida; kelarutan pengawet nipagin menurun dalam larutan sodium klorida.
Titik lebur : 801oC
Titik didih : 1439oC
Stabilitas : larutan sodium klorida stabil tetapi dapat menyebabkan perpecahan partikel kaca dari tipe tertentu wadah kaca. Larutan cair ini dapat disterilisasi dengan cara autoklaf atau filtrasi. Dalam bentuk padatan stabil dan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sejuk dan tempat kering.


2. Kalsium Laktat
Kalsium Laktat (1:2) hidrat (41372-22-9)
C6H10CaO6. X H2O
Pentahidrat [63690-56-2] BM 308,30
Anhidrat [814-80-2] BM 218,22
Kadar : Kalsium laktat mengandung tidakkurang dari 98% dan tidak lebih dari 101 %
C6H10C4O6, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian : Serbuk granul putih ; praktis tidak berbau, bentuk pentahidrat sedikit mekar
pada suhu 120oC menjadi bentuk anhidrat.
Kelarutan : Kalsium laktat pentahidrat larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol.

3. Kalii Chloridum
Sinonim : Potassium Chloride
Rumus molekul : KCl
BM : 74,55
Pemerian : tidak berbau; kristal tidak berwarna; atau bubuk kristal putih, rasa garam yang tidak menyenangkan.
pH : 7 untuk larutan pada suhu 15oC
Kelarutan : praktis tidak larut dalam acetone dan eter; larut dalam 250 bagian etanol 95%; larut dalam 14 bagian gliserin; larut dalam 2,8 bagian air dan 1,8 bagian pada suhu 100oC.
Fungsi : agen tonisitas ; sumber ion Kalium
OTT : larutan potassium klorida bereaksi kuat dengan bromine triflouride dan dengan campuran asam sulfur dan permanganate kalium. Kehadiran asam klorida, NaCl, dan MgCl menurunkan kelarutan KCl dalam air. Larutan KCl mengendap dengan garam perak dan lead. Larutan iv KCl OTT dengan protein hidrosalisilat.
Titik lebur : 790oC
Titik didih : menyublim pada suhu 1500oC
Stabilitas : larutan KCL dapat disterilisasi dengan autoklaf atau filtrasi. KCl stabil dan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, tempat sejuk dan kering.

4. Calcii Chloridum
Sinonim : Calcium Chloride Dihydrate
Rumus molekul : CaCl2.H2O
BM : 147
Pemerian : bubuk kristal, higroskopis, tidak berbau, tidak berwarna atau putih
pH : larutan 5% dalam air memiliki pH 4,5-9,2.
larutan 1,7% dalam air memiliki keadaan yang isoosmotik dengan serum.
Kelarutan : larut dalam 1,2 bagian air; larut dalam 0,7 bagian air mendidih; larut dalam 4 bagian alcohol; larut dalam 2 bagian alcohol mendidih
Fungsi : agen tonisitas ; sumber ion Kalsium
OTT : OTT dengan larutan Karbonat, posfat, sulfat dan tartrat; dengan amphotericin, cephalothin sodium, Klorfeniramina maleat, Klortetrasiklin, HCl, Oksitetrasiklin HCl, dan tetrasiklin HCl. Kadang-kadang OTT yang tergantung pada konsentrasi yang terjadi dengan Natrium bikarbonat.
Stabilitas : simpan dalam wadah yang tertutup rapat

5. Aqua pro injeksi
Fungsi : sebagai bahan pembawa sediaan iv
Pemerian : cairan jernih / tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan : dapat bercampur dengan pelarut polar dan elektrolit
OTT : Dalam sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan obat dan zat tambahan lainnya yang mudah terhidrolisis (mudah terurai dengan adanya air atau kelembaban).
Air dapat bereaksi kuat dan cepat dengan logam alkali dan zat pengoksidasinya, seperti Calsium oksidadan Mg oksida.
Air juga bereaksi dengan garam anhidrat menjadi bentuk hidrat, serta bereaksi dengan bahan organik dan kalsium carbide.
Stabilitas : air stabil dalam setiap keadaan (es, cairan, uap panas).
Air untuk penggunaan khusus harus disimpan dalam wadah yang sesuai.
Pembuatan : Aqua destilata dipanaskan sampai mendidih dipanaskan 40 menit  API bebas CO2


TABEL I
REKOMENDASI
RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN PRA-FORMULASI

No Masalah Diinginkan Pemecahan Pemilihan Alasan
1 Dibuat sediaan parenteral Membuat sediaan yang cocok untuk stabilitas zat aktif • Sedian Parenteral Volume Kecil (injeksi)
• Sedian Parenteral Volme Besar (infus)

Sedian Parenteral Volume Besar
(injeksi)
Injeksi ringer digunakan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang sehingga diperlukan dalam jumlah besar maka dibuat dalam bentuk sedian parenteral volume besar
2 Rute pemberian untuk injeksi ringer Diinfusi langsung tepat ke sasaran Rute pemberian yang benar
Im
Iv
Sc iv Karena pada umumnya, diinginkan obat langsung masuk ke dalam peradaran darah dan cepat efek terapi
3 Sediaan dibuat infus Dapat tercampur dengan konsentrasi dalam tubuh Dibuat sediaan yang bersifat
 Isotonis
 Hipotonis
 Hipertonis isotonis Infus dapat digunakan dengan tepat maka konsentrasinya harus isotonis dengan plasma darah
4. Adanya reaksi OTT antara CaCl2 dengan gas CO2 pada proses pembuatan Sediaan yang yang efektif digunakan secara iv Pembawa yang digunakan
 API
 API bebas O2
 API bebas CO2 API bebas CO2 Penghilangan gas CO2 pada API sebelum pencampuran, dapat menghindari reaksi OTT dengan CaCl2 yang dapat menghasilkan endapan CaCO3.
5 Zat/sediaan dikhawatirkan terkontaminasi oleh adanya pirogen Sediaan steril terhindar dari pirogen Zat karbon aktif dengan kadar
 < 0,1%
 0,1 %
 > 0,1 % Zat karbon aktif dengan kadar 0,1% Kadar zat karbon aktif 0,1 % efektif mengikat pirogen dalam larutan, yang dapat bekerja pada suhu 60-70oC setelah pemanasan 15 menit. Apabila kadar zat karbon aktif kurang atau lebih dari 0,1% menyebabkan tidak aktifnya pengikatan dan penyerap pirogen, dikhwatirkan tertinggalnya pirogen dalam sediaan.
6. Zat/sediaan dikhawatirkan terkontaminasi oleh adanya mikroorganisme Sediaan steril terhindar dari mikroorganisme Dilakukan proses sterilisasi
• sterilisasi aseptis
• sterilisasi akhir Sterilisasi akhir Karena zat aktif tahan terhadap lembab dan pemanasan
7 Penandaan berdasarkan golongan obat bermacam-macam
Penandaan golongan yang sesuai sebagai petunjuk penggunaan konsumen
=obat keras
=Obat bebas terbatas

=Obat bebas

Karena penggunaan sediaan injeksi harus dengan resep dokter dan perlu dilakukan oleh tenaga ahli medis
TABEL II
SPESIFIKASI DAN SYARAT YANG DIINGINKAN

Rancangan Produk

1 Nama Produk Lakmi Ringer® injeksi
2 Nama Sediaan Jadi Injeksi Ringer Laktat
3 Nama Bahan Aktif Komponen Injeksi Ringer Laktat
4 Bentuk Sediaan Injeksi
5 Nama Sediaan Dasar Komponen injeksi ringer Laktat
6 Dosisi Lazim
NILAI SYARAT RUJUKAN
7 Kadar Bahan Aktif
8 Pemerian :
Bentuk Cairan Martindale
Warna Bening Martindale
Bau Tidak berbau Martindale
Rasa Tidak berasa Martindale
Konsisten
9 Kelarutan :
 Dalam Air
 Dalam Etanol 95%
 Dalam Asam mineral encer
 Dalam Alkali
Hidroksida
 Dalam Eter
 Dalam Benzen
 Dalam gliserol Praktis larut dalam air
-
-
-

-

-
- FI 3

10 Wadah dan
Penyimpanan Pada botol infus
Wadah Botol kaca bening FI 3
Penyimpanan Dalam Wadah
Tertutup rapat FI 3
Terisi250 ml FI 3






























BAB IV
METODE PRAKTIKUM

Sediaan Parenteral Volume Besar

1. Data Zat Aktif
No Daftar Obat Dosis Lazim Kelarutan pH Jenis Sterilisasi Khasiat
1 Natrii Chloridum
- sedikit larut dalam etanol; larut dalm 250 bagian etanol 95%; larut dalam 10 bagian gliserin; larut dalam 2,8 bagian air dan 2,6 bagian pada suhu 100oC. 6,7-7,3 Sterilisasi akhir agen tonisitas ; sumber ion Natrium
2 Kalii Chloridum - praktis tidak larut dalam acetone dan eter; larut dalam 250 bagian etanol 95%; larut dalam 14 bagian gliserin; larut dalam 2,8 bagian air dan 1,8 bagian pada suhu 100oC. 7 untuk larutan pada suhu 15oC Sterilisasi akhir agen tonisitas ; sumber ion Kalium
3













Calcii Chloridum
























larut dalam 1,2 bagian air; larut dalam 0,7 bagian air mendidih; larut dalam 4 bagian alcohol; larut dalam 2 bagian alcohol mendidih

- larutan 5% dalam air memiliki pH 4,5-9,2.
- larutan 1,7% dalam air memiliki keadaan yang isoosmotik dengan serum. Sterilisasi akhir










agen tonisitas ; sumber ion Kalsium
4 Kalsium Laktat - larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol
- Sterilisasi Akhir agen tonisitas ; sumber ion Laktat



2. Formulasi Standar dari Fornas :
Formula Ringer
Fornas Hal 203
Tiap 500 ml mengandung :
R/ Natrii Chloridum 4,3 g
Kalii Chloridum 150 mg
Calcii Chloridum 2,4 g
API ad 500 ml
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal
Catatan : 1. pH 5 sampai 7.5
2. Tidak boleh mengandung bakterisida
3. Disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C, segera setelah dibuat
4. Bebas Pirogen
5. Pada etiket harus juga tertera banyaknya ion Kalium, ion Ca, Ion Klorida dan ion Natrium masing-masing dalam mEq per liter
6. diinjeksikan secara infusi

3. Tak Tersatukan Zat Aktif (OTT)
Zat CaCl2 akan bereaksi dengan ags CO2 menghasilkan endapan CaCO3.
Reaksi yang terjadi :
CaCl2 + CO2  CaCO3

4. Usul Penyempurnaan Sediaan
• Zat-zat yang digunakan dalam formulasi sedian untuk injeksi ringer dengan volume 250 ml harus isotonis, isohidri, dan bebas pirogen.
• Pembawa yang digunakan harus bebas dari gas CO2.

5. Alat dan Cara Sterilisasinya

Sterilisasi Injeksi Ringer dengan sterilisasi autoklaf.
Sterilisasi dengan autoklaf berarti zat aktif tahan terhadap pemanasan sehingga untuk mendapatkan sediaan yang steril untuk injeksi ringer dilakukan proses sterilisasi akhir.
No. Nama Alat Jumlah Cara sterilisasi Waktu
1. Erlenmeyer 2 Oven 170oC 30 menit
2. Beaker glass 2 Oven 170oC 30 menit
3 Kaca arloji 4 Oven 170oC 30 menit
4 Botol infus 1 Oven 170oC 30 menit
5. Batang pengaduk 1 Oven 170oC 30 menit
6. Pinset 1 Oven 170oC 30 menit
7. Spatula 1 Oven 170oC 30 menit
8. Gelas ukur 1 Autoklaf 115oC 30 menit
9. Corong 1 Autoklaf 115oC 30 menit
10. Kertas saring 2 Autoklaf 115oC 30 menit
11. Tutup karet infus 1 Autoklaf 115oC 30 menit
12 Botol Infus 1 Oven 170oC 30 menit

6. Formula akhir Ringer Laktat

R/ NaCl 0,62
KCl 0,033
CaCl2 0,014
Na Laktat 0,3
API ad 100 ml

(Pada perhitungan digunakan Na laktat dan pada praktikum digunakan Kalsium laktat)

6.1 Perhitungan Ringer Laktat

Syarat pada FI IV :
Tiap 100 ml mengandung :
1. 285 mg – 315 mg Na+ → sebagai NaCl & C3H5NaNO3
2. 14,1 mg – 17,3 mg K+ →setara 27 mg – 33 mg KCl
3. 4,9 – 6 mg Ca2+ → Ca2+ setara 18 mg – 22 mg CaCl2.2H2O
4. 368 mg – 408 mg Cl- → Cl- sebagai NaCl,KCl, CaCl2.2H2O
5. 231 mg – 261 mg laktat → 261 mg laktat C3H5O ~ 290 mg – 330 mg C3H5NaO3

A. NaCl 0,62 gram dalam 100 ml
a. mg ion Na+ = 620 mg x 23 = 243,7 mg
58,5
Meq Na+ = 243,7 x 1 = 10,659
23

b. mg ion Cl- = 620 mg x 35,5 = 376 mg
58,5
Meq Cl - = 376 x1 = 10,6
35,5

B. KCl 0,033 gram dalam 100 ml
a. mg ion K+ = 33 x 39,1 = 17,3
74,6
meq K+ = 17,3 x 1 = 0,442
39,1
b. Mg ion Cl- = 33 mg x 35,5 = 15,7
74,6
meq Cl- = 15,7 x 1 = 0,442
35,5

C. CaCl2 14 mg dalam 100 ml
a. mg ion Ca2+ = 14 mg x 40 = 5.045
111
b. mg ion Cl2 2- = 14 mg x 35,5 = 4,48
a) meq Ca2+ = 5,045 x 2 = 0,25
40
b) meq Cl- = 4,48 x 2 = 0,25
35,5
D. Na laktat = 0.32 gram dalam 100 ml
a. mg ion Na = 300 x 23 = 61,6
112
b. mg ion laktat = 300 x 89 = 238
112
a) meq Na+ = 61,6 x 1 = 2,67
23
b) meq laktat = 238 x 1 = 2,67
89

Mengecek jumlah masing – masing ion sesuai dengan standar FI IV
1. Na+ = 243,7 mg + 61,6 mg = 305,3 mg
2. K+ = 17,3 mg (14, 1 mg – 17,3 mg)
3. Ca2+ = 5,76 mg (4,9 mg – 6 mg)
4. Cl- = 382 + 15,7 + 5,11 = 402,28


Meq ion Na+ = 10,6 + 61,6 = 13,62
K+ = 0,442 13,922
Ca2+ = 0,25
Cl- = 10,6 + 0,442 + 0,25 = 11,292
Laktat = 2,67 13,922

Perhitungan Osmolaritas
Bahan BM Jumlah ion Konsentrasi M osmole/l
NaCl 58,5 2 6,2 212
KCl 74,6 2 3,3 8,8
CaCl2 111 3 0,16 3,78
Na Laktat 112 2 3,2 53,6
Jumlah 278,18

Rumus
M osmole/l = g/l zat x 1000 x jumlah ion
BM zat

NaCl = M osmole/l = g/l zat x 1000 x jumlah ion
BM zat

= 6,2 x 1000 x 2
58,5
KCl = M osmole/ l = g/l zat x 1000 x jumlah ion
BM zat
0,33 x 1000 x 2
74,6
= 8,8

CaCl2 = M osmole/l = g/l zat x 1000 x jumlah ion
BM zat
= 0,14 x 1000 x 3
111
= 3,78
Na laktat = M osmole/l = g/l zat x 1000 x jumlah ion
BM zat
= 3 x 1000 x 2
112
= 53,6
Jumlah M osmole/l = 278,18 (Masuk ke dalam rentan isotonis)

Perhitungan Tonisitas
NaCl = 0,62 x 1 = 0,62
KCl = 0,033 x 0,76 = 0,0251
CaCl2 = 0,014 x 0,53 = 0,0098
Na laktat = 0,3 x 0,52 = 0,52

Isotonis secara NaCl 0,9 % = 0,9 gram/100 ml
Kekurangan NaCl = 0,9 – 0,8289 gram
= 0,0711
= 71,7 mg

Volume infus 250 ml
Kelebihan volume tiap wadah untuk cairan encer untuk sediaan dengan volume lebih dari 50 ml, yaitu 2% (FI IV 1044)

250 x 2 = 5
100
250 + 5 mml = 255 ml
Kelebihan volume total untuk antisipasi kehilangan selama proses = 10%
10 % x 255 ml = 255 ml
255 + 2,55 = 2800,5
Digenapkan menjadi 300 ml

Penimbangan Bahan
- NaCl = 0,62 x 5 % = 0,0017 gram
= 0,034 + 0,0017 = 0,0357 gram
= 0,0357 x 300 ml = 0,1071 gram / 107 mg
100 ml
- KCl = 0,033 x 5% = 0,00165 gr
= 0,33 + 0,00165 = 0,0347 gram
= 0,0347 gram x 300 ml = 0,104 gram/ 104
100 ml
- CaCl2 = 0,014 x 5% = 0,0007
= 0,014 + 0,0007 = 0,00147
= 0,0147 x 300 ml = 0,0441 / 44 mg
100 ml
- Na laktat = 0,3 x 5% = 0,015 gram
= 0,3 gram + 0,015 = 0,315 gram
= 0,0315 x 300 ml = 0,945 gram/ 945 mg
100 ml
- Ad API = 300 ml

7. Prosedur Pembuatan

1. Timbang semua bahan yang diperlukan, masukkan ke dalam gelas piala yang telah dikalibrasi 300 ml.
2. Buat API dengan cara mendidihkan aquades di atas penangas air, dan dihitung 30 menit setelah mendidih.
3. Karbon aktif dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 60 – 70oC
4. Melarutkan setiap bahan (NaCl, KCl, CaCl2, Ca Laktat) dengan API pada cawan hinggal larut homogen
5. Mencampurkan semua bahan yang telah dilarutkan pada gelas beaker
6. Timbang 0.1% zat karbon aktif masukkan dalam larutan. Gelas piala ditutup kaca arloji dan disisipi batang pengaduk.
7. Hangatkan larutan pada suhu 50-70oC selama 15 menit sambil sesekali diaduk
8. Kertas saring ganda terlipat, dibasahi dulu dengan air bebas pirogen (dibuat seperti larutan bebas pirogen).
9. Pindahan corong dan kertas saring ke erlenmeyer steril bebas pirogen
10. Saring larutan hangat-hangat ke dalam erlenmeyer
11. Membilas botol infus dengan air bebas pirogen
12. Ukur volume larutan dalam gelas ukur tepat 250 ml dan isikan langsung dalam botol infus 250 ml








BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN EVALUASI
1. Kejernihan
Pengujian visual ditujukana ada atau tidaknya partikel yang tidak larut, khususnya bahan melayang dan serpihan gelas. Cara :
• Botol infus diputar 180o didepan suatu latar belakang yang gelap.
• Amati kejernihannya
Pada pengujian ini, kami hanya menggunakan pengamatan secara visual tanpa menggunakan lampu Atherman. Hasil yang kami lihat tidak tampak/tidak terlihat adanya partikel yang melayang.
Hasil pengamatan : Infus Ringer laktat jernih dan tidak ada partikulat yang melayang.
2. pH / tonisitas
Diukur dengan kertas lakmus, pengujian ini kami tidak melakukannya. namun, menggunakan perhitungan isotonis dengan humus white vincent, sedíaan harus isotonis yaitu menpunyai pH sesuai dengan pH darah.
Hasil pengamatan : pH 6-7
3. Pirogenitas
Dilakukan dengan tes kelinci (tidak kami lakukan)
4. Volume
Pengujian dilakukan dengan alat ukur volume. Volume harus dilebihkan sesuai dengan jumlah yang tertera pada literatur ( pada pembuatan, volume yang ditambah 2% untuk sediaan lebih dari 50 ml 250 menjadi 255 ml dan dilebihkan 10% menjadi 280,5 ml dan digenapkan menjadi 300ml) namun pada pengisian pada wadah tetap pada volume semula. Volume yang kami gunakan yaitu volume 250 ml.

5. Kadar zat aktif
Dilakukan dengan spertrofotometer, HPLC atau alat lain yang cocok. (tidak kami lakukan)
6. Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunakan medium pertumbuhan tertentu. Produk dikatakan bebas mikroorganisme bila Sterility Assuranve Level (SAL) = 10-6. bila pembuatan produk menggunakan aseptik maka SAL 10-4 . (tidak kami lakukan).

BAB V
PEMBAHASAN


Sediaan parenteral digolongkan menjadi dua berdasarkan jumlah volume yang diberikan adalah sediaan parenteral volume kecil (SPVK), contohnya injeksi dan sediaan parenteral volume besar (SPVB) contohnya infus. Sediaan parenteral volume besar adalah produk obat dengan pembawa air dalam bentuk konterner dosis tunggal, disterilkan secara terminal dengan kapasitas 100 mililiter atau lebih, yang digunakan atau diberikan kepada manusia (Goeswien Agoes, Sediaan Farmasi Steril). Pada praktikum steril kali ini adalah membuat sediaan parenteral volume besar yaitu infus. Sediaan yang akan dibuat adalah Ringer Laktat. Berdasarkan literatur pembuatan injeksi kortison asetat ini dilakukan secara Autoklaf.
Berdasarkan literatur Martindal dan Fornas Ringer laktat terdiri dari NaCl, KCl, CaCl2 dan Na Laktat, dari keempat bahan tersebut mempunyai sifat kelarutan, yaitu larut dalam air. Pada perhitungan digunakan Na Laktat tetapi karena pada labotarium persediaan Na Laktat tidak ada maka digunakan Ca Laktat. Pada perhitungan jumlah berat (miligram) setiap ion harus masuk ke dalam rentan pada literatur FI IV (Farmakope Indonesia Edisi IV) dan meq kation dan anion harus sama. Saat ini sebagai sinonim pengukuran isotonis suatu larutan, digunakan terminologi miliosmol ( disingkat m osmol) zat terlarut per liter larutan. Bobot satu osmole adalah bobot gram molekul suatu zat dibagi dengan jumlah ion atau spesies kimia (n) yang terbentuk pada waktu proses disolusi. Dan keterangan kadar osmolar pada etiket suatu larutan parenteral membantu untuk memberikan informasi pada dokter apakah larutan tersebut hipo-osmotik, iso-osmotik, atau hiper-osmotik. Kadar osmole setiap bahan, yaitu KCl, NaCl, CaCl2 dan Ca Laktat masih berada dalam rentan isotonis yaitu 270-328 m osmole/perliter.
Ada beberapa metode perhitungan tonisitas diantaranya adalah metode turunnya titik beku, ekivalensi NaCl dan metode Liso. Pada praktikum, perhitungan tonisitasnya menggunakan ekivalensi NaCl, yaitu sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu zat terlarut terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama. Didapatkan hasil tidak isotonis sempurna atau isotonis hampir mendekati sempurna, yaitu NaCl yang dibutuhkan sebesar 71,7 mg. Volume infus yang akan dibuat adalah 250 ml, kelebihan volume Kelebihan volume tiap wadah untuk cairan encer untuk sediaan dengan volume lebih dari 50 ml, yaitu 2% (FI IV 1044) dan antisipasi kehilangan selama proses ditambahkan 10% dan setelah digenapkan volume sediaan yang akan dibuat sebesar 300 ml. Pada waktu penimbangan bahan sediaan ditambahkan 5%. Semua bahan Ringer Laktat dilarutkan dengan Aqua pro injeksi yang terdiri dari NaCl, KCl, CaCl2 dan Ca Laktat, pada ketiga bahan larut semua kecuali Ca Laktat tidak larut walaupun sudah dilarutkan beberapa ml (mili liter) Aqua pro Injeksi, sehingga Ca Laktat tidak digunakan dalam praktikum atau tahap selanjutnya. Sebelum di add kan 300 ml di tentukan pH infus Ringer Laktat didapatkan pHnya 6 karena sedikit mendekati rentan pH maka ditambahkan just pH NaOH sebanyak 2 tetes didapatkan pHnya 6,5 (rentan pH 6 mendekati pH 7). Penambahan karbon aktif 0,1 % digunakan untuk mengikat zat pirogen yang dapat menyebabkan demam atau kenaikan suhu tubuh. Setelah ditambahkan karbon aktif infus menjadi bewarna gelap dan kemudian infus dipanaskan pada suhu 60 -70 oC selama 15 menit untuk mengaktifkan karbon aktif mengikat pirogen. Pada waktu penyaringan, 3 ml saringan awal agar infus menjadi jernih karena karbon aktif. Karbon aktif selain mengikat zat pirogen dan sebagian zat aktif bisa terikat dengan karbon aktif maka pada waktu penimbangan zat aktif ditambahkan 5%. Sebelum dimasukkan ke dalam botol infus, botol infus dicuci dengan Air bebas pirogen.


























BAB VI
KESIMPULAN


Hal yang dapat disimpulkan dalam praktikum pembuatan sediaan injeksi volume besar yang berisi :
 Bahan aktif : Natrii Chloridum
Calcii Chloridum
Kalii Chloridum
 Zat Pengikat pirogen : Zat Carbon aktif
 Pembawa : API bebas O2
Menghasilkan sediaan yang
o Berwarna bening, jernih
o Dilihat dengan kasat mata tidak ada partikel yang melayang.
o pH 6,5 - 7

V.2 Saran

Adapun saran yang diusulkan demi memperbaiki kinerja serta hasil yang sesuai dengan CPOB adalah melengkapi keterbatasan alat dan bahan, sehingga semua proses pembuatan dapat berjalan dengan baik dari awal hingga akhir.



















DAFTAR PUSTAKA


1) Departemen Kesehatan RI, 1979. Farmakope Indonesia, edisi III, Jakarta.
2) Departemen kesehatan RI, 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV, Jakarta.
3) Martindale, The Extra Pharmacopeia Twenty-eight Edition. The Parmaceutical Press, London. 1982.
4) LACHMAN, Leon. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1989.
5) ANSEL, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press),1989.
6) ISO Indonesia. Jakarta: PT Anem Kosong Anem (AKA), 1979.
7) MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Jakarta: PT Infomaster.
8) Agoes, Goeswien, 2009. Sediaan Farmasi Steril. Bandung : Penerbit ITB.
9) Sulistiawati, Farida, 2009. Formulasi Sediaan Steril. Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta




























LAMPIRAN

Ringer Injection Netto : 250 ml

Tiap 250 ml mengandung
Natrium 34.05 meq
Kalium 1.105 meq
Kalsium 0,625 meq
Klorida 28,23 meq

Indikasi :
Mengatasi dehidrasi, menggantikan cairan ekstraseluler tubuh dan ion Cl yang hilang, mengembalikkan keseimbangan

Cara Pemberian
Intravena

REG : DKL1216101989A2 Syahid Pharmaceutical
BATCH : 1234STR Jakarta
Exp date : April 2012