Secara etimologi islam berasal dari kata Aslama,yuslimu,islaman, berarti “keselamatan”,”kedamaian” dan kesejahteraan dalam arti yang luas islam dapat diartikan sebagai bentuk kepercayaan yang diajarkan nabi Muhammad SAW yang mengajakan kepada manusia untuk senantiasa beriman kepada Allah,melaksanakan segala yang diperintahkan dan menjauhi segala yang dilarangNYA. Dengan kata lain Islam dalam arti sempit adalah agama terakhir yang dibawa nabi Muhammad,dengan pedomannya al’quran dan as sunah. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan dalam al’quran,innaddiina ‘inda Allah al-islam (sesungguhnya agama yang diridhoi Allah adalah islam) namun dalam arti yang luas islam berarti semua ajaran agama yang mengajarkan untuk mempercayai adanya Allah SWT,mengajarkan manusia untuk berbuat baik,tolong-menolong,menganjurkan perdamaian,menghormati orang lain. Oleh karenanya,semua agama yang dibawa nabi-nabi yang terdahulu sesungguhnya tidak ada perbedaan prinsip agama yang diajarkan nabi Muhammad SAW,semua nabi mengajarkan prinsip-prinsip seperti ketauhidan,ta’awun,perdamain,hak asasi manusia,dan itu semua adalah prinsip-prinsip yang bersifat universal. Visi Islam adalah sebagai pembawa rahmat bagi seluru alam,pembawa kesejahteraan umat,pembawa perdamaian,mengajarkan persamaan,serta penegak keadilan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Visi Islam Sebagai Pembawa Rahmat
Islam merupakan ad-din yang telah memberikan petunjuk kepada manusia menuju Allah. Dalam perjalanan sejarah Islam telah menyumbangkan banyak kebaikan kepada kemanusiaan. Islam telah membebaskan manusia dari kebodahan menuju kebenaran.islam.
Islam tidak hanya membawa rahmat bagi kaum muslim, tetapi juga bagi seluruh umat. Banyak hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan bersumber dari Al-Quran ataupun bersumber dari pemikiran tokoh cendikiawan muslim, namun diambil oleh pemikir-pemikir Yahudi sehingga mereka mendapat nama besar sebagai penemu ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan tersebut berasal dari bangsa mereka.Ilmu tersebut sangat bermanfaat bagi semua umat dan menjadi rahmat.
Rasulullah SAW diutus oleh Allah ke dunia ini yang padanya diberikan agama Islam dialah yang dikatakan sebagai pembawa rahmat kepada alam. Agama Islam yang diberikan kepada Rasulullah SAW oleh Allah adalah untuk memimpin manusia ini, firman Allah yang maksudnya :
“Tidak Aku utuskan engkau (ya Muhammad) melainkan untuk menjadi Rahmat kepada Alam“
Walaupun kita dapati ayat ini menunjukkan bahwa rahmat yang dibawa oleh Rasulullah itu adalah umum kepada semua manusia tetapi sebenarnya adalah dikhususkan oleh Allah kepada orang mukmin semata-mata. Orang yang diluar mukmin tidak akan mendapat rahmat bahkan mereka lebih merasa tidak senang hati dengan Islam dan kedatangan Al Qur’an yang disampaikan oleh Allah kepada Rasulullah SAW. Manakala kedatangan Rasulullah yang padanya disampaikan agama Islam dan dengan agama ini Rasulullah menyampaikannya kepada umat serta memimpin umat hingga umat ini menerima Allah dan menerima Rasulullah, disinilah letaknya rahasia keagungan Islam dan kebesaran Islam.
2.2 Islam Pembawa Kesejahteraan Umat
Sebagai agama pembawa keselamatan dan kesejahteraan bagi umat sejagat, Islam sangat anti-kemiskinan. Kemiskinan dianggap sebagai sumber berbagai kejahatan dan kegiatan sumbang (Ataul Huq, 1993). "Ureung gasien" lebih mudah dijerumuskan setan ke lembah kebejatan dan kenistaan. Rasulullah saw bersabda: "Kemiskinan mendekati kekufuran" (H.R. as-Sayuti). Hal ini juga diakui pakar ekonomi barat. Alcock (1993) misalnya menyebutkan bahwa kemiskinan adalah salah satu penyakit sosial. Tidak seperti kemiskinan konvensional yang hanya diukur dengan material semata, kemiskinan dalam Islam jauh bersifat komprehensif dengan mempertimbangkan baik aspek material maupun spiritual. Ini berimplikasi bahwa tolak ukur kemiskinan antara konsep konvensional dan Islam adalah berbeda. Bisa jadi seseorang itu kaya bila menggunakan ukuran konvensional, tapi miskin bila dilihat dengan kacamata ekonomi Islam. Berbedanya definisi dan ukuran kemiskinan antara konsep kemiskinan barat dengan Islam otomatis menyebabkan kriteria sebuah kesuksesan dalam program pengentasan kemiskinan juga berbeda. Mungkin program pengentasan kemiskinan itu dikatakan berhasil bila dilihat dari perspektif barat, tapi ia gagal secara Islam. Demi berhasilnya program pengentasan kemiskinan, yang pertama sekali harus kita identifikasikan adalah faktor-faktor penyebab kemiskinan itu sendiri. Dengan mengetahui "root of the problems" (akar masalah), maka dengan mudah kemiskinan yang mendera lebih separuh penduduk Muslem dapat dientaskan.
2.3 Islam Pembawa Perdamaian
Allah menciptakan manusia dalam berbagai suku bangsa untuk saling mengenal. Arti luas mengenal disini adalah seluruh manusia diperintahkan untuk tidak membeda-bedakan suku, ras maupun status. Islam mengajarkan perdamaian agar perbedaan tersebut tidak menjadi alasan untuk saling berpecah belah. Hidup damai sesama pemeluk agama maupun antar beda agama.
2.4 Islam Mengajarkan Persamaan
Prinsip Persamaan Antarmanusia :
Yâ ayyuhannâs innâ khalaqnâkum min dzakarin wa untsâ wa ja’alnâkum syu’uban wa qabâila lita’ârafu inna akramakum ‘indallâhi atqâkum innallâha ‘alîmun khabîr
Artinya :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Ayat di atas secara gamblang mendeskripsikan proses kejadian manusia. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari pasangan laki-laki dan perempuan. Kemudian dari pasangan tersebut lahir pasangan-pasangan lainnya.
Dengan demikian, pada hakekatnya, manusia itu adalah “satu keluarga”. Proses penciptaan yang “seragam” itu merupakan bukti bahwa pada dasarnya semua manusia adalah sama. Karena itu, manusia memiliki kedudukan yang sama.
Di dalam al-Quran ada sejumlah ayat yang juga menjelaskan persamaan antarmanusia, seperti surat al-Nisaa’/4:1, al-A’raf/7:189, al-Zumar/39:6, Fathir/35:11, dan al-Mu’min/40:67.
Ayat-ayat itu, sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad Husayn al-Thabathaba’i dalam tafsirnya al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an (Jilid VI, h. 134-135), pada pokoknya hendak menjelaskan bahwa dari segi hakikat penciptaan, antara manusia yang satu dan manusia lainnya tidak ada perbedaan. Mereka semua sama, dari asal kejadian yang sama, yaitu dari tanah, dari diri yang satu, yakni Adam yang diciptakan dari tanah. Karena itu, tidak ada kelebihan seorang individu atas individu lainnya. Karena asal-usul kejadian manusia seluruhnya adalah sama. Oleh karenanya tidak layak seseorang atau satu golongan menyombongkan diri terhadap yang lain atau menghina yang lain.
Prinsip persamaan antarmanusia ini juga dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam berbagai hadisnya, seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad dan juga sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Majah. (Selanjutnya lihat Koleksi Hadits).
Lantas apakah yang membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya? Ayat di atas langsung menjawab bahwa yang membedakan antara orang satu dengan yang lainnya adalah taqwanya. Artinya Allah tidak membedakan berdasarkan nasab (keturunan), warna kulit, suku atau bangsa, maupun tampang yang dimiliki oleh seseorang.
Muncul pertanyaan, apakah prinsip persamaan yang dibawa Islam tersebut dengan paham persamaan (egalitarianisme) yang selalu didengungkan di Barat dewasa ini? Terhadap pertanyaan ini Muhammad Husein Haykal dengan tegas menyatakan bahwa paham persamaan yang dibawa Islam sangat berbeda dengan paham persamaan yang sering ditonjolkan dalam peradaban Barat.
Persamaan yang diajarkan Islam adalah persamaan dalam bentuk yang paling hakiki dan sempurna. Islam mengajarkan bahwa semua manusia dari segi harkat dan martabatnya adalah sama di hadapan Tuhan. Tidak ada perbedaan antara manusia yang satu dan lainnya kecuali dalam taqwanya kepada Tuhan. (Haikal, al-Faruq ‘Umar, h. 11-12. Juga Haikal, Hayah Muhammad, h. 416, lihat juga Musdah Mulia, Negara Islam, h. 96-97).
Adapun persamaan di Barat, tegas Haikal, hanya mengajarkan persamaan di hadapan hukum yang tidak lain adalah buatan manusia sendiri. Paham ini di Barat muncul sebagai akibat dari Revolusi Perancis (1789). Cita-cita kemanusiaan yang amat ditonjolkan dalam revolusi ini adalah kebebasan, persamaan, dan persaudaraan (liberte, egalite, fraternite). Aplikasi terpenting dari cita-cita tersebut menurut Prof Dr Musdah Mulia adalah timbulnya sistem politik yang demokratis.[]
2.4 Islam Penegak Keadilan
Perspektif Islam
Islam sangat objektif dan rasional dalam penegakan keadilan. Seseorang tidak ditolelir untuk mendiamkan pelanggaran apa pun dari orang yang dicintainya atau mengganjar orang yang dibencinya di luar kepantasan. Penegakan keadilan mesti benar-benar adil, sekalipun terhadap diri sendiri, ibu bapak dan kaum kerabat. Bahkan, keadilan harus ditegakkan terhadap orang kaya dan miskin. Keadilan Islam tidak berkompromi dengan segala prestise dan status sosial. Al-Quran sangat mewanti-wanti poin ini, karena seringkali kekayaan seseorang membuat penegak hukum tidak berkutik menindaknya, atau kemiskinan dan kesengsaraan seseorang tidak jarang membangkitkan rasa kasihan dan tidak tega menghukumnya.
Penegakan keadilan perspektif Islam memiliki dasar pijak, standar nilai dan tujuan sangat jelas. Al-Quran mengungkapkannya dalam redaksi qawwâmîna lil-Lâh (orang-orang yang menegakkan keadilan karena Allah). Upaya penegakan keadilan harus diawali karena ketundukan dan keinginan tulus untuk mengabdi sepenuhnya kepada Allah. Tidak boleh ada nilai-nilai lain yang digunakan sebagai standar kecuali ajaran Allah atau nilai masyarakat yang sejalan dengan kehendak-Nya.
Poin paling esensial, keadilan ditegakkan bukanlah untuk memuliakan sebagian orang atau menghinakan yang lain, tapi semata-mata untuk “memuaskan” Allah. Seluruh aktivitas penegakan keadilan harus mengarah secara jelas pada penegakan “kehendak” Allah, Tuhan yang sangat menyayangi manusia dan menginginkan yang terbaik bagi hamba-Nya. Jika Allah “puas” dengan penegakan keadilan yang dilakukan, berarIslam sebagai agama rahmatan lil aalamin, harus dapat meningkatkan kesejahteraan umat manusia. "Islam seharusnya menegakkan keadilan untuk semua orang, bukan hanya untuk umat Islam. Siapa pun yang lemah, apa pun agamanya, harus dibantu. Kita harus berpikir dalam bingkai negara kebangsaan dengan problem-problem kemanusiaan yang lintas batas," Islam, aktif melakukan kritik etik terhadap sistem sosial politik mana pun yang tidak memihak kelompok lemah.
kunjungi : www.islam-waylife.blogspot.com
BalasHapus