BAB I
DASAR TEORI
Sediaan parenteral adalah bentuk sediaan untuk injeksi atau sediaan untuk infus.
Ada keuntungan dan kelemahan pemberian obat secara parental diantaranya :
Keuntungan :
1. Obat memiliki onset yang cepat.
2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti.
3. Bioavabiltas sempurna atau hampir sempurna.
4. Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinalis dapat dihindarkan .
5. Obat dapat diberikan kepada penderita yang sedang sakit keras ataupun koma.
Kelemahan :
1. Rasa nyeri saat disuntikkan.
2. Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik.
3. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki , teruama setelah pemberian secara intra vena.
4. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita di rumah sakit atau di tempat praktik dokter oleh tenaga medis yang kompeten.
Persyaratan sediaan parenteral
1. Sesuai antara kandungan bahan obat yabg ada didalam sediaan dengan pernyataan tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama penyimpanan akibat kerusakan obat secara kimiawi dan sebagainya.
2. Penggunaan wadah yang cocok , sehingga tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril , tetapi juga mencegah terjadinya ineraksi antara bahn obat dengan material dinding wadah.
3. Tersatukan tanpa terjadi reaksi.
4. Bebas kuman.
5. Bebas Pirogen.
6. Isotonis.
7. Isohidris.
8. Bebas partikel melayang.
Setelah diperoleh data preformulasi maka akan didapat :
1. Pembawa yang tepat: pembawa larut air tak larut air atau pelarut campur
2. Eksipien yang diperlukan meliputi pengawet, komplekson, pengisotoni, anti oksidan.
3. Wadah dan jenis wadah yang sesuai
Dasar-Dasar Formulasi
1. Pengaruh Cara Suntik (Rute pemberian)
Cara suntik Volume yang diperbolehkan Pembawa
Intravena (i.v)
Intraspinal (i.s)
Intramuskular (i.m)
Subcutan (s.c)
Intradermal (i.d) > 10 ml
> 10 ml
< 3 ml
< 2 ml
< 0,2 ml
Larutan
Larutan
Larutan, suspensi, emulsi, pelarut campur
2. Pengaruh Pembawa
Zat Pembawa berair Air untuk injeksi digunakan sebagai zat pembawa untuk injeksi berair. Injeksi Natrium Klorida, Injeksi Natrium klorida majemuk, injeksi Glukosa, campuran Gliserol dan etanol atau zat pembawa berair lainnya dapat juga digunakan. Zat pembawa berair harus memenuhi syarat Uji Pirogenitas.
Air untuk injeksi atau Aqua pro Injectione dibuat dengan menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang cocok yang diperlengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok, dan segera digunakan.
Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan Air untuk injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan, dan segera digunakan.
Zat Pembawa Tidak berair Umumnya digunakan Minyak untuk Injeksi.
Minyak untuk injeksi atau olea pro injectione, meliputu minyak lemak, ester asam lemak tinggi baik alam ataupun sintetis.
Minyak untuk injeksi harus memenuhi syarat Olea Pinguia dan memenuhi syarat berikut :
1. Harus jernih pada suhu 10O
2. Tidak berbau tengik atau asing
3. Bilangan asam 0.2 sampai 0.9
4. Bilangan Iodium 79 sampai 128
5. Bilangan penyabunan 189 sampai 200
6. Harus bebas minyak mineral
3. Pengaruh Eksipien
3.1. Zat Pendapar
Perubahan pH sediaan dapat terjadi karena reaksi penguraian zat, pengaruh wadah gelas/plastik dan pengaruh gas serta tekanan terhadap zat khasiat sehingga diperlukan pendapar yang dapat mempertahankan pH sediaan.
pH yang baik adalah kapasitas dapar yang dimilikinya memungkinkan penyimpanan lama dan darah dapat menyesuaikan diri serta pH ideal = 7,4 sesuai pH darah. Bila pH > 9 terjadi nekrosis pada jaringan dan bila pH < 3 sangat sakit waktu disuntikkan.
3.2 Pengaruh penambahan anti oksidan
Zat khasiat dapat terurai akibat oksidasi sehingga untuk mengatasinya dapat ditambahkan suatu anti oksidan yaitu zat yang mempunyai potensial oksidasi lebih rendah dari zat khasiatnya
3.3 Pengaruh penambahan anti mikroba
Anti mikroba perlu ditambahkan untuk sediaan parenteral yang dipakai berkali-kali (dosis terbagi). Kadang-kadang ditambahkan pada dosis tunggal yang tidak ada sterilisasi akhir
3.4 Pengaruh Tonisitas
Definisi isotoni adalah larutan parenteral yang mempunyai tekanan osmosa sama dengan plasma darah. Bila larutan parenteral mempunyai tekanan osmosalebih rendah dari plasma darah disebut hipotonis sedangkan bila tekanan osmosanya lebih tinggi disebut hipertonis.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi serta mencegah hemolisa maka sediaan parenteral sebaiknya harus isotonis. Sediaan yang isotonis ini tidak selalu dapat dicapai mengingat kadang-kadang diperlukan zat khasiat dengan dosis tinggi untuk mendapatkan efek farmakologi sehingga isotonis terlampaui (larutan sedikit hipertonis)
Cara Pemberian obat Parenteral :
1. Subkutan atau dibawah kulit ( s.c.) ,yaitu disuntikkan edalam tubuh melalui bagian yang sedikit lemaknya dan masuk kedalam jaringan bawah kulit.Volume yang diberikan tidak lebih dari 1 ml.
2. Intramuskular ( i.m) Yaitu disuntikan kedalam jaringan otot ,umumnya otot paha atau pantat.
3. Intravena ( i.v) yaitu disuntikkan kedalam pembuluh darah.
4. Intraspinal ,yaitu disuntikkan kedalam sumsum tulang belakang.
5. Peritoneal , yaitu kateter dimasukkan kedalam rongga perut dengan oerasi untuk tempat memasukkan cairan steril CAPD ( Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis ).
6. Intra artikular,yaitu disuntikkan kedalam sendi.
7. Intradermal ,yaitu disuntikkan kedalam kulit.
Sediaan parental dibagi menjadi 2 macam yaitu :
A. Sediaan Parenteral Volume Kecil
Sediaan parenteral volume kecil diartikan sebagai obat steril yang dikemas dalam wadah di bawah 100 ml.
Kategori SPVK :
1. Produk Farmaseutikal yang terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik dalam larutan, suspensi, emulsi, produk freezedried atau sebagai serbuk steril.
2. Produk Biologi yang disiapkan dari sumber biologi meliputi vaksin, toksoid, ekstrak biologi.
3. Zat pendiagnosa seperti media kontras sinar x.
4. Produk radiofarmasi untuk deteksi dan diagnosis.
5. Produk gigi seperti anestetik lokal.
6. Produk bioteknologi.
7. Produk liposom dan lipid.
B. Sediaan Parenteral Volume Besar
Sediaan cair steril yang mengandung obat yang dikemas dalam wadah 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia
Tujuan Penggunaan
1. Bila tubuh kekurangan air, elektrolit dan .
2. karbohidrat maka kebutuhan tersebut harus cepat diganti.
3. Pemberian infus memiliki keuntungan karena tidak harus menyuntik pasien berulangkali.
4. Mudah mengatur keseimbangan keasam dan kebasaan obat dalam darah.
5. Sebagai penambah nutrisi bagi paseien yang tidak dapat makan secara oral ..
6. Berfungsi sebagai dialisa pada pasien gagal ginjal.
Sediaan Parenteral Volume Besar harus steril dan bebas pirogen karena :
1. Sediaan diinjeksikan langsung kedalam aliran darah (i.v).
2. Sediaan ditumpahkan pada tubuh dan daerah gigi (larutan penguras).
3. Sediaan langsung berhubungan dengan darah (hemofiltrasi).
4. Sediaan langsung ke dalam tubuh (dialisa peritoneal) .
Hubungan Antara Osmolarita dan Tonisitas
Osmolarita (Mosmole/ltr) Tonisitas
> 350
329 – 350
270 – 328
250 – 269
0 – 249 Hipertonis
Sedikit hipertonis
Isotonis
Sedikit hipotonis
Hipotonis
Faktor Fisiko Kimia
1. Kelarutan
Umumnya obat untuk membuat sediaan parenteral volume besar mudah larut sehingga kelarutan jarang menjadi hambatan. Kelarutan penting diperhatikan bila sediaan dipakai sebagai pembawa obat lain atau terjadinya kristal dari beberapa zat seperti manitol (13 g dlm 100 ml pada suhu 14 0C).
2. pH
pH perlu diperhatikan mengingat pH yang tidak tepat dapat berpengaruh pada darah, kestabilan obat dan berpengaruh pada wadah terutama wadah gelas, plastik dan tutup karet. pH darah normal : 7,35 – 7,45 sehingga bila sediaan parenteral volume basar mempunyai pH diluar batas tsb dapat menyebabkan masalah. pada tubuh.
3. Pembawa
Umumnya digunakan pembawa air. Bila berupa emulsi, partikel tidak boleh lebih besar dari 0,5 μm.
4. Cahaya dan Suhu
Cahaya dan suhu dapat mempengaruhi kestabilan obat. Contoh vitamin harus disimpan dalam wadah terlindung cahaya.
5. Faktor Kemasan
Bahan pembuat wadah sangat berpengaruh terhadap kestabilan obat parenteral volume basar seperti gelas, plastik dan tutup karet.
Kontrol Wadah/Kemasan
Kandungan mikroba dari komponen kemasan sediaan parenteral dapat m,emberikan kontaminasi, misalnya dari komposisi, selama transportasi dan kondisi penyimpanan produk parenteral :
1. Wadah Gelas
Wadah gelas masih merupakan pilihan pertama bagi sediaan parenteral volume kacil karena tahan terhadap zat kimia, asam, basa dan garam.Wadah gelas sebelum digunakan perlu dilakukan pemerikdaan jenis gelas untuk pemakaian parenteral.
2. Wadah Polimer
Dalam dekade terakhir banyak digunakan terutama untuk sediaan infus.
Keuntungan : pelepasan material sedikit,kemungkinan pecah kecil, mudah disimpan dan diangkut, mudah ditangani dan suara ribut berkurang.
Kekurangan : dapat terajdi permeasi, resapan, reaksi kimia dan tidak stabilnya material polimer selama pemakaian.
Jenis polimer yang digunakan : poliolefin,vinilresin atau polistiren .
3. Wadah Elastomerik
Wadah elastik memiliki beberapa keuntungan : fleksibel, elastis, dapat beradaptasi dengan tekanan lingkungan.Bahan ini sering digunakan untuk vial, botol infus dan berbagai wadah dengan bentuk, ukuran dan ketebalan berbeda. Dua jenis karet jenuh dan tak jenuh. Karet jenuh : butil, etilen, propilen, dien dan silikon. Karet tak jenuh : polisopren, polibutadien, etilen nitril, dll.
Sterilisasi Wadah
1. Ampul
Setelah dicuci letakkan terbaring dalam kaleng bersih mulut lebar, tutup sedikit terbuka. Sterilkan dalam oven suhu 170 oC30’. Setelah disterilkan tutup kaleng dirapatkan dan dikeluarkan dari oven.
2. Vial
Setelah dicuci dengan air suling, sterilkan dalam oven dengan posisi terbaring seperti ampul. Tutup karet digodog dengan air suling selama 30’ kemudian dikeringkan dalam setangkup kaca arloji dalam oven (jangan sampai meleleh!).
3. Botol Infus
Setelah dicuci dengan air suling masukkan ke dalam kaleng bersih mulut lebar dan biarkan sedikit terbuka kemudian disterilkan dalam oven suhu 250 oC selama 30’.Tutup karet disterilkan seperti tutup vial.
4. Tube
Setelah dicuci diletakkan terbaring dalam kaleng bersih bermulut lebar tidak tertutup rapat dan disterilkan dalam oven selama 30’. Tutup tube direndam dalam alkohol 70% selama 30’ dan dikeringkan dalam oven.
Kontrol Air
Air merupakan suatu pembawa utama pada sediaan parenteral. Air juga digunakan pada pencucian, pembilasan dan pada proses sterilisasi. Suplai air harus menjamin kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan mulai dari proses awal hingga akhir.
Untuk kepentingan farmaseutik, air perlu perhatian khusus seperti kontaminasi elektrolit, zat organik, partikel, gas terlarut (CO2) dan mikroorganisma
Air untuk injeksi harus memiliki kemurnian yang tinggi dan bebas pirogen. Air ini dapat dibuat dengan metoda destilasi atau dengan metoda osmosis terbalik.
Uji kimia dan mikrobiologi untuk a.p.i meliputi: pH, klorida, sulfat, amonia, kalsium, karbondioksida, logam berat, reduiktor dan pirogen.
Evaluasi Kestabilan Sediaan Parenteral
1. Potensi/Kadar
Penentuan kadar dilakukan dengan SP UV, HPLC, SP IR dll.
2. pH
Adanya perubahan pH mengindikasikan telah terjadi penguraian obat atau interaksi obat dengan wadah.
3. Warna
Perubahan warna umumnya terjadi pada sediaan parenteral yang disimpan pada suhu tinggi (> 40 oC). Suhu tinggi menyebabkan penguraian.
4. Kekeruhan
Alat yang dipakai adalah Tyndall, karena larutan dapat menyerap dan memantulkan sinar. Idealnya larutan parenteral dapat melewatkan 92-97% pada waktu dibuat dan tidak turun menjadi 70% setelah 3-5 tahun.Terjadinya kekeruhan dapat disebabkan oleh : benda asing, terjadinya pengendapan atau pertumbuhan m.o.
5. Bau
Pemeriksaan bau dilakukan secara periodik terutama untuk sediaan yang mengandung sulfur atau anti oksidan.
6. Toksisistas
Lakukan uji LD 50 atau LD 0 pada sediaan parenteral selama penyimpanan.
7. Evaluasi Wadah
Secara umum ada 2 prosedur pembuatan sediaan steril yaitu :
1. Cara sterilisasi akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan dalam pembuataan sediaan steril.Zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air dan suhu Sterilisasi.Dengan cara ini sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan.Semua alat setelah lubang – lubangnya ditutup dengan kertas perkamen ,dapat langsung digunakan tanpa perlu disterilkan terlebih dahulu.
2. Cara Aseptis
Cara ini terbatas penggunaannya pada sediaan yang mengandung zat aktif peka suhu tinggi dan dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja farmakologinya. Cara aseptis bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan.
BAB II
PRAFORMULASI
II. 1 Tinjauan Pustaka
ZAT AKTIF
KORTISON ASETAT
Sinonim : Kortison asetat
Nama Kimia : 21-asetoksi – 17 –α- Hidroksi pregn – 4-en-3,11,20 – trion
Rumus molekul : C23H30O6
Bobot Molekul : 402,49
Organoleptis
Bentuk : Serbuk kristal
Warna : Putih atau praktis putih
Bau : Tidak berbau
Rasa : Mantap diudara awal tidak berasa lama- lama terasa pahit.
Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam Kloroform, sangat sukar larut dalam aseton , larut dalam dioksan.
Sifat Kimia & Fisika
pH : 5.0 – 7.0
Kestabilan : Terdekomposisi pada Sekitar suhu 240 0
Penyimpanan : Disimpan pada temperatur 25 0, hindari Freezer.dan dalam wadah
tertutup rapat.
Pemberian : Secara intra muskular , tidak boleh secara iv.
Farmakokinetik.
Waktu paruh 30 menit.
Eliminasi : pada Empedu dan Urin.
Distribusi : Melewati plasenta , menembus asi , didistribusikan ke otot, hati , kulit , usus, dan ginjal.
Transport ke jaringan : Kortison disekresi kedalam aliran darah , terikat 90 % dengan kortison – blinding globulin ( CBG ) dari Albumin.Kortison aktif ( 10 % sisanya ) secara bebas berdifusi kedalam sel , disana bekerja melalui reseptor intra sel – CBG berperan dalam mengatur penghantaran dan bersihan kortison.
Metabolisme : Dalam hati , kortison dikonversi menjadi derivat dihidro dan tetra hidro yang selanjutnya dikonjugasi dengan asam glukuronat sulfat.Konjugatnya bersifat larut dalam air dan cepat dieksresi oleh ginjal.
Farmakologi
Khasiat / Indikasi : Terapi penggantian pada insufisiensi adrenokortikal , hiper-
plasia Adrenal kongenital bentuk boros garam , penyakit otoimun , artritis , asma , dermatitis , kanker , steroid adrenoortikoidum , dan sarkoidosis.
Efek samping : Supresi adrenal ( insufisiensi pada putus obat ) , sindrom
Chusing , supresi pertumbuhan somatik , osteopenia , fraktur tulang , abnormal.
Interaksi obat : Cytokrome P 450 , Substansi iso enym Cyp 3A3/4, barbitu-
rat , Fenitoin , rifampin , salisilat , estrogen , NSAID , diuretik , agen anti kolinterase , warfarin , kafein , alkohol , vaksin.
Interaksi Makanan : Zat penambah potasium , Vitamin A , B 6 , C , D , fosfat ,
kalsium , zink , fosfat dan rendah sodium.
Perhatian : Injeksi Kortison dalam parikel halus , dalam API , disiapkan
secara aseptis , dan mengandung agen pendispersi.
Dosis : DM : 1 x P : 150 mg
1 x H : 400mg
ZAT TAMBAHAN
1. API
Sinonim : Aqua pro injeksi
Organoleptis
Bentuk : Larutan
Warna : Jernih
Bau : Tidak berbau
Rasa : Tidak berasa
Khasiat : sebagai pelarut dalam injeksi
2. Polysorbatum 80
CH3
|
HCOCC2HO3H
|
HC
|
HCOCC2HOH
|
CHOC2HO.OC
Sinonim : Polyoxyethylene sorbitan fatty acid ester
Rumus molekul : C64H124O26
Bobot Molekul : 1310
Organoleptis
Bentuk : Liquid
Warna : Kuning minyak
Bau : Khas lemah
Rasa : Pahit
Deskripsi : Ester asam lemak dari sorbitol dan Ia merupakan anhidrat
kopolimerasi, dan surfaktan Hidrofilik nonionik .
Fungsi
Pengemulsi Tipe o/w 1- 15 %
Kombinasi dengan hidrofilik 1 – 10 %
Agen pelarut basis lipofilik 1 – 10 %
Pembasah 0,1 – 3 %.
Kelarutan
Larut dalam etonol dan air , tidak larut dalam minyak sayur , minyak mineral.
Sifat Kimia & Fisika
pH : 6.0 – 8.0
HLB : 15
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari caha-
ya, sejuk , dan kering.
OTT
Perubahan warna jika bercampur fenol , tanin , aktivitas anti mikroba dari paraben akan berkurang dalam penambahan polisorbat.
3. Povidon
Rumus Bangun :
Sinonim : Povidone, Povidonum, Kollidon, Plasdone, Polyvinylpirolidone, PVP, 1-vinyl-2-pirolidinone polymer, poly [(1-(2-oxo-1pyrrolidinyl)ethylene]
Organoleptis
Bentuk : Serbuk halus
Warna : Putih sampai putih krem
Bau : Tidak berbau sampai berbau lemah
Fungsi
Suspending agent : up to 5 % .
Kelarutan
Mudah larut dalam asam, kloroform, etanol, keton,metanol dan air ; praktis tidak larut dalam eter, hidrokarbon, dan minytak mineral.
Sifat Kimia & Fisika
Penyimpanan : erbuk bersifat higroskopis makaisimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, sejuk , dan kering.
OTT
Larutan garam anorganikresin alami dan sintesis, dan bahan kimia lain.
4. BENZYL ALKOHOL
Sinonim : Phenilkarbinol , phenilmetanol , α – toluenol.
Rumus molekul : C3H8O
Bobot Molekul : 108,14
Organoleptis
Bentuk : Cairan
Warna : Jernih
Bau : Khas aromatik
Rasa : Panas terbakar
FUNGSI
Oral dan parenteral up to 2 %
Kosmetik up to 3 %
Solubilitas 5 %
Desinfektan 10%
Antimikroba
Pelarut
Kelarutan
Terlarut dalam kloroform , etanol , eter , campuran minyak yang mudah menguap , air 25 bagian.
Sifat Kimia & Fisika
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, se-
juk , dan kering
OTT
Agen pengoksida dan asam kuat , aktifitas antimikroba berkurang dengan penambahan surfaktan anionik.
II. 2 Rancangan Formulasi
R/ Tiap ml mengandung :
Kortison asetat 25 mg
Polisorbat 80 4 mg
Povidon 5 mg
NaCl 8 mg
Benzil alkohol 9 mg
API ad 1 ml
II. 3 Alasan Pemilihan Bahan
Masalah Diinginkan Alternatif Pilihan Alasan
Zat aktif tidak larut dalam air Sediaan cair steril yang dapat terdispersi homogen dalam pembawanya Suspensi steril pembawa air
Suspensi steril pembawa minyak
Emulsi steril Suspensi steril pembawa air Zat aktif tidak larut dalam air sehingga membutuhkan suspending agent untuk meningkatkan kelarutan
Zat aktif memiliki kelarutan yang sangat rendah dalam air Zat aktif dapat terdispersi homogen dalam air Diberikan suspending agent
CMC Na
Povidon
PGS Povidon Povidon merupakan suspending agent yang tidak OTT terhadap zat lain dan viskositasnya baik.
Zat aktif memiliki kelarutan yang sangat rendah dalam air Zat aktif dapat terdispersi homogen dalam air Diberi wetting agent:
Glyserin
Polysorbat 80 Polysorbat
80 Karena polysorbat 80 memenuhi kriteria pembasah atau pelarut pada pembuatan injeksi pelarut non air, selain itu tidak OTT dengan zat lainnya.
Zat aktif akan dibuat Sediaan Parentral Volume kecil Pemberian sediaan obat harus dilakukan secara tepat sehingga efek terapi tercapai dengan cepat Diberikan secara :
IV
IM
SC IM Karena zat aktif dilarutkan dalam minyak maka diberikan secara IM. Jika sediaan diberikan IV maka akan terjadi emboli paru-paru.
Sediaan dikhawatirkan teroksidasi Tetap stabil selama penyimpanan sampai penggunaan Antioksidan
API bebas O2
Sodium metabisulfite
BHT
Vitamin C
Tokoferol API bebas O2 Praktis, mudah dibuat dan tidak OTT terhadap zat lainnya.
Zat aktif
dibuat dosis ganda Tetap stabil walaupun digunakan lebih dari sekali pemakaian Pengawet
Benzil alkohol
Benzilalkonium klorida Benzil alkohol Tidak OTT dengan zat-zat lainnya.
Sediaan dikhawatirkan terkontaminasi oleh mikroba/ adanya pirogen Sediaan terhindar dari mikroba/ pirogen Dilakukan sterilisasi:
Aseptis
Sterilisasi Akhir Aseptis Berdasarkan literatur sediaan injeksi kortison dilakukan secara aseptis
Sediaan stabil terhadap cahaya Sediaan stabil dalam penyimpanan Vial terang
Vial gelap Vial gelap Agar sediaan stabil dalam penyimpanan dan tidak terurai oleh cahaya
(pada praktikum kami menggunakan persediaan vial yang ada yaitu vial bening)
Penandaan berdasarkan golongan obat bermacam-macam Penandaan golongan yang sesuai sebagai petunjuk penggunaan bagi konsumen Obat keras
Obat bebas terbatas
Obat bebas
BAB III
FORMULASI
III. 1 Formulasi
R/ Kortison Asetat 25
Polysorbat 80 4
PVP 5
NaCl 8
Benzyl alcohol 9
API ad 1ml
Perhitungan Tonisitas
- Polysorbat 80 : 4 mg = 4.10-3 gr x 0.02 = 8.10-5
- PVP : 5 mg = 5.10 -3 x 0.01 = 5.10-5
- Benzil alkohol: 9 mg = 9.10-3 x 0.17 = 15,3.10-5
NaCl = 0.9 % x 1 ml = 9.10-3
Kekurangan NaCl = 9.10-3 – (0.28.10-3)
= 8.10-3 g = 8 mg
Perhitungan Volume yang dibuat
Akan dibuat Vial sebanyak 3 buah dengan volume tiap vial 5 mL
Volume total yang dibuat = (n+2) v’ + (2.3)
=(3+2) 5.5 + 6
=33.5
=60 ml
Penimbangan bahan
- Kortison asetat = 25 mg x 60 ml = 1500 mg = 1.5 gr
- Polysorbat 80 = 5 mg x 60 ml = 300 mg = 0.3 gr
- PVP = 5 mg x 60 ml = 300 mg = 0.3 gr
- NaCl = 8 mg x 60 ml = 480 mg = 0.48 gr
- Benzilalkohol = 9 mg x 60 ml = 540 mg = 0.54
Air ad 80 ml
1ml aquadest melarutkan 0.1 gr PVP, kalau 0,3 gram dilarutkan berapa ml
0,1 gr = 1 ml
0,3 gr x
0.1 x = 0,3
x = 3 ml
PVP dalam sejumlah aquadest tersebut sudah larut, tetapi untuk membuat mucilago maka kita gunakan aquadest sebanyak 30 ml
III. 2 Metoda Pembuatan
Pembuatan Injeksi Kortison asetat dilakukan dengan cara aseptis
ALAT
• Beker Glass
• Erlenmeyer
• Gelas ukur
• Lumpang dan Alu
• Kaca arloji
• Cawan penguap
• Batang pengaduk
• Spatel logam
• Pinset
• Timbangan
• Kertas perkamen
BAHAN
• Kortison asetat
• Povidone
• Benzil alkohol
• Polisorbat 80
• API
PROSEDUR KERJA
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menggerus bahan – bahan yang bentuk granul atau belum hablur
3. Menimbang bahan – bahan
4. Membuat mucilago PVP dengan dilarutkan 30 ml air
5. Kortison di strilisasi di oven
6. Mencampurkan polysorbat 80 dengan air 10 ml
7. Mucilago PVP dicampur NaCl dan Benzyl alcohol disterilisasi di autoklaf
8. Alat – alat disterilisasi sesuai tempat sterilisasinya
Nama Alat Jumlah Cara
Sterilisasi Waktu & Suhu
Waktu Suhu
Cawan Penguap 2 Oven 15 menit 150oC
Kaca arloji 4 Oven 15 menit 150oC
Spatel 1 Oven 15 menit 150oC
Pinset 2 Oven 15 menit 150oC
Batang pengaduk 1 Oven 15 menit 150oC
Gelas Ukur 25 mL 2 Autoklaf 10 menit 115oC
Lumpang dan Alu 2 Oven 10 menit 150oC
Pipet 2 Oven 15 menit 150oC
Vial 2 Oven 15 menit 150oC
Erlenmeyer 50 mL 1 Autoklaf 10 menit 115oC
Beker glass 1 Oven 15 menit 150oC
9. Membawa alat dan bahan ke white area melalui passbox
10. Mengkalibrasi bekerglass 60 ml
11. Pencampuran polysorbat 80 + API dengan kortison di dalam lumpang sampai kortison terbasahi semua
12. Ditambah campuran (mucilago PVP + NaCl + Benzyl alkohol) gerus homogen hingga terbentuk suspensi
13. Ad kan API sedikit demi sedikit
14. Mengecek pH, pH rentan 5 – 7, kalau tidak sesuai rentan pH tersebut melakukan adjust pH .
15. Memasukkan suspensi obat ke dalam vial menggunakan jarum suntik.
16. Kencangkan penutupnya dengan menggunakan alat. Lalu pemasangan etiket.
BAB IV
EVALUASI SEDIAAN
IV. 1 Penampilan
a Shape (bentuk) : Larutan suspensi
b Warna : Putih kental
IV. 2 Wadah
Wadah yang digunakan adalah vial tidak berwarna atau bening.
Evaluasi injeksi yang dilakukan hanya berupa uji penampilan, hasilnya sebagai berikut:
UJI HASIL PERSYARATAN
Penampilan
(Organoleptis) Injeksi dalam bentuk suspensi steril pembawa API berwarna putih yang agak cepat mengendap akan tetapi mudah untuk disuspensikan kembali jika dokocok perlahan. Injeksi yang baik adalah pada penyimpanannya tidak mudah mengendap dan mudah didispersikan lagi dengan pengocokan ringan.
Berdasarkan literatur evaluasi yang dilakukan tidak hanya seperti di atas, namun adapun uji-uji lain yang harus dilakukan seperti : Keseragaman bobot, keseragaman volume, pirogenitas, dan sterilitas juga harus dilakukan.
BAB V
PEMBAHASAN
Sediaan parenteral digolongkan menjadi dua berdasarkan jumlah volume yang diberikan:
1. Sediaan parenteral volume kecil (SPVK)
Contohnya: injeksi
2. Sediaan parenteral volume besar (SPVB)
Contohnya: infus
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir.
Pada praktikum steril kali ini adalah membuat sediaan parenteral volume kecil yaitu injeksi suspensi. Sampel yang digunakan adalah Kortison Asetat. Berdasarkan literatur pembuatan injeksi kortison asetat ini dilakukan secara Aseptis.
Kelarutan Kortison Asetat meliputi Praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform, sangat sukar larut dalam aseton , larut dalam dioksan. Karena bahan aktif ini bersifat praktis tidak larut dalam air maka dibuat menjadi sediaan suspensi steril dengan pembawa air.
Pada pembuatan suspensi ini, langkah awal setelah sterilisasi alat dan bahan yang dilakukan adalah kortison asetat dibasahkan dalam polysorbat 80 (M1). Menurut literatur polysorbat 80 merupakan minyak ester yang dapat digunakan sebagai pembasah (pelarut zat aktif) dan memenuhi kriteria pelarut minyak yang disebutkan dalam buku resmi, selain itu Polysorbat 80 juga dapat digunakan sebagai surfaktan dalam pembuatan sediaan suspensi steril ini.
Kemudian langkah selanjatnya adalah, di tempat lain campuran mucilago dengan NaCl dihomogenkan dengan Benzyl alkohol sampai terbentuk masa suspensi (seperti susu) (M2). Lalu M2 dimasukkan ke dalam M1 secara perlahan dan kemudian digerus sampai homogen. Lalu campuran tersebut dimasukkan ke dalam beakerglass yang telah dikalibrasi dan kemudian dicukupkan dengan menggunakan API yang digunakan untuk membilas peralatan sebelumnya hingga diperoleh volume akhir 60 ml. Lalu diambil susupensi sebanyak masing-masing 5,5 ml menggunakan spuit dan dimasukkan ke dalam vial.
Lalu langkah terakhir adalah pemasangan tutup karet dan aluminium yang telah disterilisasi kemudian dikencangkan menggunakan alat. Penandaan dilakukan dengan pemasangan etiket.
BAB VI
KESIMPULAN
Pada praktikum steril kali ini adalah membuat sediaan parenteral volume kecil yaitu injeksi pelarut non air. Yaitu sediaan dibuat dalam bentuk suspensi steril. Sampel yang digunakan adalah Kortison Asetat. Jenis sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi secara Aseptis.
Evaluasi injeksi yang dilakukan memperoleh hasil sebagai berikut:
UJI HASIL PERSYARATAN
Penampilan
(Organoleptis) Injeksi dalam bentuk suspensi steril pembawa API berwarna putih yang agak cepat mengendap akan tetapi mudah untuk disuspensikan kembali jika dokocok perlahan. Injeksi yang baik adalah pada penyimpanannya tidak mudah mengendap dan mudah didispersikan lagi dengan pengocokan ringan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ansel, Howard C..1989. Pengantar Buku Sedian Farmasi edisi keempat. Jakarta: Penerbit UI
2. Suryani, Nelly M.Si, Apt. dan Sulistiawati, Farida M.Si, Apt..2007. Penuntun Praktikum Teknologi Sedian Steril. Jakarta.
3. Farmakope Indonesia edisi III. Tahun 1989. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
4. Farmakope Indonesia edisi IV. Tahun 1995. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
5. Martindal
6. C Rowe, Raymond et al,., Handbook of Pharmaceutical Excipients Fourth Edition. London
LAMPIRAN
ETIKET
Tidak ada komentar:
Posting Komentar